
Sebuah monentum perlawanan besar yang
bersejarah di kota jantungnya Jawa Timur. Peristiwa yang meninggatkan
kita pada jerih payah anak bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan bangsanya. seluruh
harta, darah, dan jiwanya mereka ikhlas korbankan. Namun nilai perjuangan
tersebut tak sekedar sebatas mempertahankan status suatu bangsa. Ada sisi lain
yang membuat membakar semangat perlawanan arek-arek suroboyo dan sekitarnya
waktu itu.
Semangat yang mengelora yang datang dari
kesadaran dan pangilan nurani yang terpekik pada setiap “TAKBIR” yang mereka
serukan dalam setiap langkah pertempurannya. Kumandang-kumandang takbir
tersebut membekas dalam rekaman sejarah, Seruan takbir mengelora dan tersohor
dari “Bung Tomo” yang ini sejarah telah
mencatatnya dan kita menginggatnya.
Dengan takbir dan semangat runcing bambu kala
itu merobek ultimatum dan melawan tentara sekutu bersama NICA
(Netherlands-Indies Civil Administration. Dan perlawanan itu mampu ngetarkan
pasukan sekutu dengan persenjataan canggih, tank baja, pesawat bomber, dan
kapal senjata moderen mereka.
Kota Surabaya kala itu alangkah tak ubahnya dengan
perjuangan rakyat kota Gaza pada era ini. Layaklah pertempuran yang terjadi di
Kota Surabaya saat itu disanding miripkan dengan perjuangan yang terjadi di
tanah Palestina, Kota Gaza.
Mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari
ancaman penjajahan sekutu mewajibkan oleh umat Islam melakukan suatu perlawanan,
bukan semata-mata atas nama nasionalisme. Namun untuk keberlangsungan kehidupan
umat Islam yang berdiam di negara tersebut. Tidak akan tercapai kemuliaan Islam
dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan
Dalam menghadapi kedatangan enam ribu tentara
Inggris di bawah komando Brigadir Jenderal Mallaby dan tentara NICA
(Netherlands Indies Civil Administration) yang akan segera tiba di Pelabuhan
Tanjung Perak, Surabaya. Maka tercetuslah Fatwa jihad yang dirumuskan secara
tertulis dalam Resolusi Jihad demi menjaga eksistensi Negara Kesatua Republik
Indonesia.
Ada tiga poin penting dalam kedua naskah
Resolusi Jihad itu. Pertama, Hukum membela negara dan melawan
penjajah adalah fardlu ‘ain bagi
setiap mukallaf yang berada
dalam radius masafat al-safar (sekitar
± radius 94 kilometer); Kedua, perang
melawan penjajah adalah jihad fi
sabilillah, dan oleh karena itu umat Islam yang mati dalam peperangan
itu adalah syahid, dan
; ketiga,mereka yang mengkhianati perjuangan umat Islam dengan
memecah-belah persatuan dan menjadi kaki tangan penjajah, wajib hukumnya
dibunuh.
Puluhan ribu kyai dan santri segera menyambut
seruan Resolusi Jihad dari KH. Hasyim Asy’ari. Mereka adalah para kiai dan
santrinya dari seantero Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pertempuran
10 November 1945 merupakan momen kekalahan yang tidak pernah diduga sebelumnya
oleh pasukan Sekutu. Pasalnya, pengalaman tempur mereka di Perang Dunia II yang
dahsyat dirasa sudah lebih dari cukup untuk bisa memenangkan pertempuran 10
November 1945. Dengan semangat jihad mempertahankan agama dan kemerdekaan
bangsa Indonesia mereka memperoleh kemenangan telak melawan sekutu.
Allahu
Akbar !!!
Post a Comment for "10 November 1945: Surabaya Kota Gaza-nya Indonesia"