
Pemimpin
dan kepemimpinan merupakan persoalan keseharian dalam kehidupan bermasyarakat,
berorganisasi, berusaha, berbangsa dan bernegara. Kemajuan dan kemunduran
masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan megara antara lain dipengaruhi oleh
para pemimpinnya. Oleh karena itu sejumlah teori tentang pemimpin dan
kepemimpinanpun bermunculan dan kian berkembang.
Islam
sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan pemimpin dan kepemimpinan
sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya. Beberapa pedoman atau
panduan telah digariskan untuk melahirkan kepemimpinan yang diridai Allah SWT,
yang membawa kemaslahatan, menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat kelak.
Pentingnya
pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap umat
Islam di negeri yang mayoritas warganya beragama Islam ini, meskipun Indonesia
bukanlah negara Islam. Allah SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang
pentingnya kepemimpinan dalam islam, sebagaimana dalam Al-Quran kita menemukan
banyak ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan.
Pemimpin
negara adalah faktor penting dalam kehidupan bernegara. Jika pemimpin negara
itu jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya
jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi rakyatnya, niscaya
rakyatnya akan sengsara. Oleh karena itulah Islam memberikan pedoman dalam
memilih pemimpin yang baik
Dalam sistem syariah, setelah seorang
kempimpin dipilih oleh Dewan Pemilih
Imam (DPI) atau Ahlul Halli wal Aqdi (Para ulama ahli siyasah syari’iyyah yang
memiliki keahlian dalam mengurai dan menyimpulkan masalah kenegaraan.
Para
kepala daerah ini juga sebagai kepanjangan kepala negara melaksanakan amanah
jabatan pemerintahan seperti kepala negara, yakni menjaga agama dan memelihara
urusan kemaslahatan rakyat. Mereka wajib melayani rakyat dengan
sebaik-baiknya.
Dihadapkan
dengan Indonesia yang bukan negara Islam, melainkan suatu negara yang menganut
sistem demokrasi memang memberikan kesempatan pada semua lapisan
masyarakat dan rakyatnya untuk ikut serta dalam menentukan pengambilan
kebijakan roda pemerintahan baik secara langsung maupun tidak langsung (sistem
perwakilan rakyat). Indonesia termasuk salah satu negara demokrasi yang sudah
berulangkali melaksanakan pesta demokrasi secara tidak langsung, dan sudah 2 -3
kali secara langsung.
Sejak
tahun 2004 di Indonesia melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil
Presidennya secara langsung bahkan pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah demikian juga. Dari beberapa kali proses itu
masing-masing ada positiefnya dan ada pula kelemahannya.
Pemilihan
secara tidak langsung (Sistem perwakilan) sudah dilaksanakan selama tiga
puluhan tahun bahkan lebih, dan hasil praktek itu sudah kita ketahui
semua kelihatan nyata. Sedangkan sistem pemilihan langsung sudah dilaksanakan
dua kali untuk Presiden dan untuk para Kepala-kepala Daerah TK I dan II juga
telah dilaksanakan, ada yang sudah duakali diberbagai daerah, tapi ada
juga yang baru sekali di beberapa daerah di Indonesia.
Di
Indonesia, saat ini pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung
oleh penduduk daerah
administratif setempat
yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama
dengan wakil kepala daerah. Sebelum
tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, kepala
daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Di
lihat dari segi positiefnya, dengan adanya pesta demokrasi yang demikian ini
diharapkan akan memberikan pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat
Indonesia, dan akan lebih dewasa dalam menyikapai setiap perbedaan pendapat
yang ada, sehingga kita bisa lebih bersikap obyektief dan positief dalam
menerima perbedaan pendapat.
Jika
kita lihat dari sisih lain, setelah dilaksanakan Pesta demokrasi secara langsung,
sejak adanya reformasi, ternyata memakan biaya yang tidak sedikit baik secara
moril maupun materiil.
1. Secara
materi, parapejabat yang terpilih merasa dirinya telah mengeluarkan biaya yang
besar sehingga punya motivasi untuk bias mendapatkan kembalibiaya yang telah
dikeluarkan itu, sedangkan kalau dilihat dari gajihnya saja Cuma berapa.
Berarti disini akan menimbulkan perilaku Korupsi.
2.
Secara ekonomis membebani rakyat karena pengeluaran negara bertambah besar, dan
merugikan masyarakat karena banyak waktu tersita dan waktu produktif hilang
atau berkurang.
3.
Keamanan munculnya sikap yang tidak satria yang kalah tidak mengakui
kekalahannya akhir mengerakkan untuk menolak dan melakukan demontrasi, bahkan
pengrusakan fasilitas unun ataupun milik lawan politiknya.
4. Sosial
mendidik masyarakat untuk melakukan kebohongan, manipulasi suara dan menurunkan
nilai moralitas rakyat/Bangsa, hanya karena adanya iming-iming materi dari para
calon.
5. Bagi
rakyat akhirnya masalah pemilu ini menjadi hal yang biasa saja, tidak
menunjukkan adanya nilai-nilai demokratis bagi rakyat karena rakyat hanya di
berikan iming-iming atau janji-janji yang tidak ada kenyataannya.
Kelemahannya
lagi, yaitu kepala daerah dalam menjalankan tugasnya tidakada pedoman atau Garis-Garis
Besar melaksanakan Programnya, karena hanya berupa janji-janji belaka. Tidak
sebagaimana system perwakilan dulu Presiden dalam menjalankan pemerintahan di
dasarkanpada GBHN yang telah dibuat oleh DPR sebagai mandat, sehinggaada
program kerja yang nyata. Sedangkan sekarang hanya berupa cita-cita belaka
tanpa ada panduannya.
Oleh
karena itu perlu ditinjau ulang oleh para legislatif dan eksekutief
serta oleh para pembuatan kebijaka tentang keuntungan dan kerugiannya serta
dampak yang ditimbulkannya adanya Pemilihan langsung terhadap para kepala
Daerah sekarang ini. Dengan melihat pengalaman yang telah berlangsung selama
ini, maka pemilu cukup sekali saja dalam kurun waktu 5 tahun yaitu memilih
wakil-wakil rakyat saja, sedang pemilihan kepala-kepala daerah dilakukan DPRD.
Sehingga seorang Kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan harus di daraskan
dari mandate Rakyat yang dibuat oleh DPRD.
Oleh karena itu penting belajar dari
pengalaman sejarah dalam melakukan perbaikan sistem pemilihan kepala daerah
agar pembangun daerah bisa berjalan dengan baik dan optimal, serta tidak
mengulang kejadian buruk yang pernah terjadi. Jika memilih pendekatan pemilihan kepimpinan
yang ada dalam islam dalam hal ini maka waktu sistem pemilihan paling ideal
dekat adalah sistem demokrasi tidak langsung atau perwakilan rakyat melalui
DPRD terpilih.
Selain
dari pada itu juga maka penting bagi aktivis dakwah islam bisa masuk dalam
parlemen atau mengambil peran dalam legislatif. Karena nantinya akan memberikan
pengaruh besar terhadap perbiakan daerah dapil legislatif tersebut. Sebagai
salah satu upaya untuk membangun dan menciptakan tatanan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahterah pada daerah-daerah. Menerjemahkan ajaran islam sebagai Rahmatanlil A’lamin dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Membumikan bahasa langit (wahyu) ke dalam bahasa
bumi (sosial masyarat) untuk menerapkan ajaran islam yang kaffah dan universal. Membangun individu rakyatnya dan daerahnya
tidak sekedar untuk kepentingan dunia, melaikan juga dari sisi kepentingan
akhirat. Sehingga tatanan masyarakat madani yang pernah dibangun Rasulullah dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat madinah bisa ditranformasikan ke dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia sekarang ini, dalam bentuk awal pembangunan bangsa dari perbaikan
pemilihan kepala daerahnya.
nice post...:)
ReplyDeletekayaknya seruu nih jadi blog walking nya kak deki.. :D ada lagu depapepe nya.. *salah fokus
ReplyDeleteini komentarnya saya kira terkait tanggapan tulisan diatas, lah malah gagal fokus isinya,, hehehe ^^"
ReplyDelete