Perang ini terjadi pada hari Jum’at 17 Ramadhan, dua tahun setelah
hijrah yang dilalui oleh umat Islam di Madinah. Perang Badar merupakan
peperangan yang sangat terkenal, karena perang Badar merupakan awal perhelatan
senjata dalam kapasitas besar yang dilakukan antara pembela Islam dan musuh
Islam. Saking hebatnya peristiwa ini, Allah namakan hari terjadinya peristiwa
tersebut dengan Yaum Al Furqan (hari pembeda) karena pada
waktu itu, Allahu Ta’ala, Dzat yang menurunkan syariat Islam, hendak membedakan
antara yang haq dengan yang batil. Di saat itulah Allah mengangkat derajat
kebenaran dengan jumlah kekuatan yang terbatas dan merendahkan kebatilan
meskipun jumlah kekuatannya 3 kali lipat. Allah menurunkan pertolongan yang besar
bagi kaum muslimin dan memenangkan mereka di atas musuh-musuh Islam.
Latar Belakang
Pertempuran
Suatu ketika terdengarlah kabar di kalangan kaum muslimin Madinah bahwa
Abu Sufyan beserta kafilah dagangnya, hendak berangkat pulang dari Syam menuju Mekkah.
Jalan mudah dan terdekat untuk perjalanan Syam menuju Mekkah harus melewati
Madinah. Kesempatan berharga ini dimanfaatkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para shahabat untuk merampas barang dagangan
mereka. Harta mereka menjadi halal bagi kaum muslimin. Mengapa demikian?
Bukankah harta dan darah orang kafir yang tidak bersalah itu haram hukumnya?
Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan harta Orang kafir Quraisy
tersebut halal bagi para shahabat:
1. Orang-orang kafir Quraisy statusnya
adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang secara terang-terangan memerangi
kaum muslimin, mengusir kaum muslimin dari tanah kelahiran mereka di Mekah, dan
melarang kaum muslimin untuk memanfaatkan harta mereka sendiri.
2. Tidak ada perjanjian damai antara
kaum muslimin dan orang kafir Quraisy yang memerangi kaum muslimin.
Dengan alasan inilah, mereka berhak untuk menarik kembali harta yang
telah mereka tinggal dan merampas harta orang musyrik.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat
bersama tiga ratus sekian belas shahabat. Para ahli sejarah berbeda pendapat
dalam menentukan jumlah pasukan kaum muslimin di perang badar. Ada yang
mengatakan 313, 317, dan beberapa pendapat lainnya. Di antara jumlah pasukan
tersebut, ada dua penunggang kuda dan 70 onta yang mereka tunggangi bergantian.
70 orang di kalangan Muhajirin dan sisanya dari Anshar.
Sementara di pihak musuh, orang kafir Quraisy ketika mendengar kabar
bahwa kafilah dagang Abu Sufyan meminta bantuan, dengan sekonyong-konyong
mereka menyiapkan kekuatan mereka sebanyak 1000 personil, 600 baju besi, 100
kuda, dan 700 unta serta dengan persenjataan lengkap. Berangkat dengan penuh
kesombongan dan pamer kekuatan di bawah pimpinan Abu Jahal.
Beberapa
Hikmah (‘Ibrah)
Perang Badr
Kubra ini mengandung beberapa pelajaran dan ‘ibrah
yang sangat penting, di samping mengandung beberapa mukjizat besar
berkenaan dengan dukungan dan pertolongan Allah kepada kaum Muslimin yang
berpegang teguh kepada prinsip-prinsip keimanan mereka dan keikhlasan dalam
melaksanakan tanggung jawab mereka.
1. Sebab pertama terjadinya perang Badar ini menunjukan bahwa motif utama kaum Muslimin keluar bersama Rasulullah SAW bukan untuk berperang, melainkan didorong oleh tujuan mencegat kafilah Quraisy yang datang dari Syam di bawah kawalan Abu Sufyan. Allah SWT menghendaki ghanimah (rampasan perang) dan kemenangan yang lebih besar bagi para hamba-Nya, di samping merupakan tindakan yang lebih mulia dan lebih sesuai dengan sasaran yang harus dicapai oleh kaum Muslimin dalam kehidupannya. Allah meloloskan kafilah yang menjadi tujuan utama mereka dan menggantinya dengan peperangan yang sama sekali tidak pernah mereka duga.2. Kalau kita perhatikan bagaimana Rasulullah SAW duduk bersama para sahabatnya untuk meminta pandangan mereka dalam menghadapi masalah yang mendadak (perang), setelah kafilah lolos dan muncul sebagai gantinya pasukan berkekuatan senjata, dapat dicatat dua pelajaran yang sangat penting.a. Pertama, komitmen Rasulullah SAW kepada prinsip musyawarah dengan para sahabatnya. Jika kita telusuri kehidupan Rasulullah SAW, akan kita temukan bahwa Nabi SAW selalu berpeganag teguh kepada prinsip syura ini dalam menghadapi semua masalah yang tidak ditandaskan secara tegas oleh wahyu Allah SWt, khususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan tadbir (perencanaan) dan siyasi syar’iyah (politik syariat).b. Kedua, bahwa kondisi-kondisi peperangan atau perjanjian antara kaum Muslimin dan umat lain dibolehkan untuk tunduk kepada apa yang disebut dengan siyasi syar’iyah (politik syariat) atau hukmul imamah (keputusan pemimpin). Penjelasannya adalah bahwa pensyariatan perdamaian dan perjanjian itu tidak boleh dibatalkan atau dicabut dari hukum syariat Islam. Pengambilan kebijaksanaan ini pun hanya dilakukan oleh seorang imam yang memiliki pandangan yang akurat, adil, berpegang teguh kepada nilai-nilai agama, dan kebijaksanaan yang bersumber dari penguasaan agama yang mendalam serta dilakukannya secara ikhlas, di samping harus tetap melakukan syura dengan kaum Muslimin dan memanfaatkan berbagai pengalaman dan kemampuan mereka.3. Rasulullah SAW ingin mengetahui pendapat kaum Anshor dalam masalah perang badar ini. Apakah mereka akan mengemukakan pendapat dan keputusan yang didasarkan kepada mu’ahadah (janji setia) di antara mereka dan Rasulullah SAW, yakni janji setia yang bersifat khusus dan harus ditaati, yang dengan demikian berarti Nabi SAW tidak mempunyai hak untuk memaksa mereka berperang bersamanya dan memberikan pembelaan terhadapnya kecuali di dalam kota Madinah, sebagaimana dinyatakan pada butir janji setia tersebut, ataukah mereka akan mengemukakan pendapat berdasarkan “rasa” keislaman mereka dan mu’ahadah kubra (perjanjian agung) mereka terhadap Allah? Atas dasar ini, berarti Nabi SAW memiliki hak untuk menjadi penerima amanah di antra mereka guna melaksanakan mu’ahadah kubra tersebut dan adalah kewajiban mereka memenuhi hak-hak mu’ahadah ini serta melaksanakan tanggung jawabnya secara sempurna.4. Dalam melaksanakan jihad dan lainya, imam diboehkan menggunakan “intel” (spionase, mata-mata) yang disebarkan di kalangan musuh guna membongkar dan mengetahui perencanaan dan kekuatan mereka. Untuk melaksanakan tujuan ini, dibolehkan menggunakan beraneka sarana asalkan tidak merusak kepentingan yang lebih besar ketimbang sekadar mengetahui kondisi lawan. Mungkin sarana itu berupa kerahasiaan atau semacam siasat dan tipu daya peperangan. Semua ini dibolehkan dan baik karena merupakan sarana yang diperlukan untuk kemaslahatan kaum Muslimin dan pemeliharaan mereka.5. Pembagian Tindakan Nabi SAW. Banyak tindakan Nabi SAW yang masuk dalam kategori siyasah syari’ah (politik syariat) sebagai imam dan kepala Negara, bukan sebagai Rasul yang menyampaikan wahyu dari Allah seperti dalam hal pemberian dan perencanaan-perencanaan milternya.6. Pentingnya merendahkan diri kepada Allah dan meminta dengan sangat kepadanya. Seperti telah ketahui, Nabi SAW menenangkan hari para sahabatnya dengan menegaskan bahwa kemenangan berada pada pihak kaum Muslimin, sampai-sampai Nabi SAW menunjuk ke beberapa tempat di tanah seraya berkata, “Ini adalah tempat kematian si Fulan.” Sebagaimana disebutkan hadits sahih, nama-nama disebutkan Nabi SAW itu roboh terbunuh tepat di tempat yang telah ditunjuknya.7. Bala bantuan Malaikat pada Perang Badar. Perang ini mencatat salah satu mukjizat terbesar yaitu dukungan dan kemenangan kepada kaum Muslimin sejati. Dalam peperangan ini, Allah telah mendukung kaum Muslimin dengan mengirim Malaikat yang ikut berperang bersama mereka. Hakikat ini telah telah disebutkan secara tegas oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.8. Kehidupan barzakh bagi orang mati. Berdirinya Rasulullah SAW di mulut sumur seraya menyebutkan dan memanggil nama amayat-mayat kaum musyrikin dan mengajaknya berbicara, juga jawaban Rasullah SAW terhadap pertanyaan Umar r.a pada saat itu, merupakan dalil yang tegas bahwa orang-orang yang sudah meninggal memiliki kehidupan rohani secara khusus; kita tidak mengetahui hakikat dan kaifiatnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa roh-roh orang yang telah meninggal tetap berada di sekitar jasad mereka. Dari sinilah kita dapat menggambarkan adanya siksa kubur dan kenikmatanya. Hanya saja tidak dapat diketahui oleh akal dan indera kita di dunia ini karena kehidupan rohani tersebut termasuk apa yang disebut dengan ‘alamul malakut (alam ghaib) yang tidak dapat dijangkau oleh indera dan pengalaman rasio yang bersifat empiris. Mengimaninya adalah jalan satu-satunya untuk bisa menerima hakikat ini setelah semua dalilnya sampai kepada kita melalui sanad yang sahih.Sumber:Sirah Nabawiyah karya Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-ButhySirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri

Post a Comment for "Hikmah Perang Badar Al-Kubra"