Saat dalam suatu acara training leadership yang diadakan oleh salah
satu organisasi kepemudaan ekstra kampus yang ada di daerah malang. Pada
kesempatan kali ini Alhamdulillah saya bisa bertemu dan bisa berbicara
lebih dekat dengan seorang penulis muda yang memiliki jiwa kepemimpinan
visioner dan jeli membaca kondisi masa depan. Beliau adalah Arya Sandhiyudha
AS seorang intelektual muda yang telah mendapatkan gelar Ph.D di Fatih
University Turki dan saat ini beliau bekerja sebagai Staf Ahli Ketua
Komisi I DPR-RI 2014/2019.
Saat itu adalah saat ketika saya bisa berkesempatan mengantarkan beliau ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Momen tersebut saya manfaatkan untuk bisa berdiskusi dengan beliau lebih banyak. Semasa muda beliau juga termasuk salah satu aktivis muda yang berbengaruh di UI. Jadi pembicaraan kami juga tidak terlalu juga dari pergerakan mahasiswa. Disinilah ada poin-poin yang menerik yang bisa dikatakan dengan delema mahasiswa saat ini atau bahasa sederhananya adalah betapa malesnya dan betapa melonya mahasiswa saat ini. Model cerminan kempemimpinan bangsa di masa depan yang begitu meragukan.
Kebiasan-kebiasaan para aktifis muda sudah begitu berubah, dari sisi itu lumrah karena mereka adalah agent of change namun dari sisi lain itu parah karena berubah dalam arti terdegradasi. Kebiasan dan sebagai ciri khas para aktivis mahasiwa dengan kajian-kajian kritis yang solutif telah merubah menjadi tulisan-tulisan yang melankolis destruktrif. Demo dengan teriakan keras khas mahasiswa saat ini hanyalah dari sebuah respon reaktif dari media yang mengumbar-ngumbar berita bukan dari pengawalan mencari dari sumbernya. Buku-buku tebal lebih asyik dijadikan bantal daripada dijadikan pengasaha intelektual. Padahal sejarah telah menunjukan bahwa membaca adalah senjata utamanya para aktifis.
Sayangnya budaya membaca dan mengkritisi telah memudar dan nyaris menghilang. Jika telah menghilang maka menghilanglah bangsa kita yang telah diperjuangkan oleh bapak founding bangsa kita dan mereka semuanya adalah duluanya para aktifis muda yang tiada hari tanpa membaca dan menganalisanya.
Ir. Sukarno sebagai Bapak Proklamator bangsa yang mengawali karirnya sebagai aktivis kemerdekaan bangsa dari bangku SMP di surabaya. Pada usia yang sangat mudah itu bung karno telah menjadi aktivis mudah yang telah lebih dari 500 artikel tentang kerusakan dan kebejatan sistem imperialisme dan kolonialisme Belanda di Hindia Belanda (red: Indonesia) pada masa itu. Seorang Surkarno kecil yang sudah memiliki semangat besar untuk kemerdekaan bangsanya.Bagaimana mungkin seorang yang lahir dan besar dalam kondisi bangsanya yang sakit dan terpuruk mengantung pada bangsa yang menjajahnya bisa memiliki visi besar untuk kemerdekaan bangsanya. Disitulah ada kemampuan yang dimiliki dari para bapak pendiri bangsa kita dalam memandang dan memprediksi kejayaan di masa depan. Hal tersebut lantas didapatkannya dengan tercuma-cuma telah banyak perjuangan dan usaha yang telah dilakukannya. Banyak gagasanya diperolehnya dari membaca berbabagai buku dan media baik dari dalam negeri ataupun luar negeri terkait perjuangan dan kemerdekaan suatu bangsa. Itulah sekilas pandang tentang lahirnya seorang proklamator bangsa kita.
Kembali terkait diskusi dengan Pak Arya tentang pergerakan mahasiswa saat ini, dimana telah tertulis diatas bahwa aktivis pergerakan mahasiswa saat ini telah menurun karakternya sebagai mahasiswa. Dalam hal tulisan lebih banyak pada tulisan-tulisan yang melankolis dan sangat sedikit nyaris tidak ada lagi tulisan mahasiswa yang berkarakter kritis berdasarkan refrensi yang valid dan memadai dalam memberikan keterangan yang solutif atas permasalahan bangsa kekinian dan masa depan. Dari segi turunkejalan dalam menolak suatu kebijakan baik itu keputusan atau penetapan undang-undang banyak yg hanya asal ikutan reaktif bukan proaktif mengawal sejak awal dalam RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) yang terbuka dan bebas ikuti dari semua elemen baik itu ditingkatan DRPD maupun DPR RI sehingga aspirasi keintelektualan aktivis muda (mahasiswa) bisa tersampaikan sebelum prosesi ketok palu. Baru ketika aspirasi mereka tidak tidak didengarkan dan diabaiakan mungkin itu adalah hak mereka untuk turun kejalan dengan masanya. Dalam hal bacaan dan tulisan telah terjadi perubahan pada para aktivis pergerakan mahasiswa kearah bacaan dan tulisan-tulisan yang melankolis yang bisa menjadi candu dan mengikiskan kesan pada karakter bacaan dan tulis-tulisannya yang terkenal kritis, analitis dan solutif. Sehingga dari sanalah mereka akan mampu dan lahir menjadi seorang pemimpin yang tanggu di masa yang akan mendatang buah dari daya analasisnya yang tajam dari permasalahan yang akan datang dan mampu membuat strategi penyelesainya yang matang. Dari kebiasaan-kebiasaan seperti itulah Pak Arya menyebutkan kenapa kader salah satu organisasi ekstra kampus selalu bisa menjadi unggul pasca kampus.
Sebuah pesan yang tertulis diatas adalah sebuah pesan yang ingin disampaikan Pak Arya kepada peserta training namun tidak sempat tersampaikan. Yangmana tulisan ini tentunya tidak sebaik akan penyampaian langsung dari beliau pribadi dan harapanya semoga tulisan ini bisa memiliki apa yang ingin disampaikan beliau kepada peserta dan para aktivis muda bangsa Indonesia. :)
Saat itu adalah saat ketika saya bisa berkesempatan mengantarkan beliau ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Momen tersebut saya manfaatkan untuk bisa berdiskusi dengan beliau lebih banyak. Semasa muda beliau juga termasuk salah satu aktivis muda yang berbengaruh di UI. Jadi pembicaraan kami juga tidak terlalu juga dari pergerakan mahasiswa. Disinilah ada poin-poin yang menerik yang bisa dikatakan dengan delema mahasiswa saat ini atau bahasa sederhananya adalah betapa malesnya dan betapa melonya mahasiswa saat ini. Model cerminan kempemimpinan bangsa di masa depan yang begitu meragukan.
Kebiasan-kebiasaan para aktifis muda sudah begitu berubah, dari sisi itu lumrah karena mereka adalah agent of change namun dari sisi lain itu parah karena berubah dalam arti terdegradasi. Kebiasan dan sebagai ciri khas para aktivis mahasiwa dengan kajian-kajian kritis yang solutif telah merubah menjadi tulisan-tulisan yang melankolis destruktrif. Demo dengan teriakan keras khas mahasiswa saat ini hanyalah dari sebuah respon reaktif dari media yang mengumbar-ngumbar berita bukan dari pengawalan mencari dari sumbernya. Buku-buku tebal lebih asyik dijadikan bantal daripada dijadikan pengasaha intelektual. Padahal sejarah telah menunjukan bahwa membaca adalah senjata utamanya para aktifis.
Sayangnya budaya membaca dan mengkritisi telah memudar dan nyaris menghilang. Jika telah menghilang maka menghilanglah bangsa kita yang telah diperjuangkan oleh bapak founding bangsa kita dan mereka semuanya adalah duluanya para aktifis muda yang tiada hari tanpa membaca dan menganalisanya.
Ir. Sukarno sebagai Bapak Proklamator bangsa yang mengawali karirnya sebagai aktivis kemerdekaan bangsa dari bangku SMP di surabaya. Pada usia yang sangat mudah itu bung karno telah menjadi aktivis mudah yang telah lebih dari 500 artikel tentang kerusakan dan kebejatan sistem imperialisme dan kolonialisme Belanda di Hindia Belanda (red: Indonesia) pada masa itu. Seorang Surkarno kecil yang sudah memiliki semangat besar untuk kemerdekaan bangsanya.Bagaimana mungkin seorang yang lahir dan besar dalam kondisi bangsanya yang sakit dan terpuruk mengantung pada bangsa yang menjajahnya bisa memiliki visi besar untuk kemerdekaan bangsanya. Disitulah ada kemampuan yang dimiliki dari para bapak pendiri bangsa kita dalam memandang dan memprediksi kejayaan di masa depan. Hal tersebut lantas didapatkannya dengan tercuma-cuma telah banyak perjuangan dan usaha yang telah dilakukannya. Banyak gagasanya diperolehnya dari membaca berbabagai buku dan media baik dari dalam negeri ataupun luar negeri terkait perjuangan dan kemerdekaan suatu bangsa. Itulah sekilas pandang tentang lahirnya seorang proklamator bangsa kita.
Kembali terkait diskusi dengan Pak Arya tentang pergerakan mahasiswa saat ini, dimana telah tertulis diatas bahwa aktivis pergerakan mahasiswa saat ini telah menurun karakternya sebagai mahasiswa. Dalam hal tulisan lebih banyak pada tulisan-tulisan yang melankolis dan sangat sedikit nyaris tidak ada lagi tulisan mahasiswa yang berkarakter kritis berdasarkan refrensi yang valid dan memadai dalam memberikan keterangan yang solutif atas permasalahan bangsa kekinian dan masa depan. Dari segi turunkejalan dalam menolak suatu kebijakan baik itu keputusan atau penetapan undang-undang banyak yg hanya asal ikutan reaktif bukan proaktif mengawal sejak awal dalam RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) yang terbuka dan bebas ikuti dari semua elemen baik itu ditingkatan DRPD maupun DPR RI sehingga aspirasi keintelektualan aktivis muda (mahasiswa) bisa tersampaikan sebelum prosesi ketok palu. Baru ketika aspirasi mereka tidak tidak didengarkan dan diabaiakan mungkin itu adalah hak mereka untuk turun kejalan dengan masanya. Dalam hal bacaan dan tulisan telah terjadi perubahan pada para aktivis pergerakan mahasiswa kearah bacaan dan tulisan-tulisan yang melankolis yang bisa menjadi candu dan mengikiskan kesan pada karakter bacaan dan tulis-tulisannya yang terkenal kritis, analitis dan solutif. Sehingga dari sanalah mereka akan mampu dan lahir menjadi seorang pemimpin yang tanggu di masa yang akan mendatang buah dari daya analasisnya yang tajam dari permasalahan yang akan datang dan mampu membuat strategi penyelesainya yang matang. Dari kebiasaan-kebiasaan seperti itulah Pak Arya menyebutkan kenapa kader salah satu organisasi ekstra kampus selalu bisa menjadi unggul pasca kampus.
Sebuah pesan yang tertulis diatas adalah sebuah pesan yang ingin disampaikan Pak Arya kepada peserta training namun tidak sempat tersampaikan. Yangmana tulisan ini tentunya tidak sebaik akan penyampaian langsung dari beliau pribadi dan harapanya semoga tulisan ini bisa memiliki apa yang ingin disampaikan beliau kepada peserta dan para aktivis muda bangsa Indonesia. :)
Post a Comment for "Karakter Aktivis Mulai Terkikis"