Tap This All You Need Here by Affiliated Shopee

Bahaya Jaringan Islam Liberal (JIL)


Sejarah Muncalnya Pemikiran Islam Liberal
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada  al-Qur`an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi dikalangan Syi’ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Ide ini terus bergulir. Rifa’ah Rafi’ al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum pendidikan Islam. (Charless Kurzman: xx-xxiii)

Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1890) yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ia membuka suatu kolese yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara Amir Ali (1879-1928) melalui buku  The Spirit of Islam berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam- adalah Pelopor Agung Rasionalisme. (William Montgomery Watt: 132)
Di Mesir muncullah M. Abduh (1849-1905) yang banyak mengadopsi pemikiran mu’tazilah berusaha menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar’ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966) yang mendobrak sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatakan bahwa yang dikehendaki oleh al-Qur`an hanyalah sistem demokrasi tidak yang lain.(Charless: xxi,18)
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Ia menggagas tafsir al-qur`an model baru yang didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik. Intinya ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan Barat modern. Dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran diluar Islam. (Mu’adz, Muhammad Arkoun Anggitan tentang cara-cara tafsir al-Qur`an, Jurnal Salam vol. 3 No. 1/2000 hal 100-111; Abd Rahman al-Zunaidi: 180; Willian M. Watt: 143)
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur`an itu mengandung dua aspek: legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur`an adalah ideal moralnya, karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan. (Fazhul Rahman: 21; William M. Watt: 142-143)

Cikal Bakal Jaringan Islam Liberal Indonesia

Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Harun Nasution, Djohan Efendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wachid. (Adiyan Husaini dalam makalah Islam Liberal dan misinya menukil dari Greg Barton; Sabili no. 15: 88). Nurcholis Madjis telah memulai gagasan pembaruannya sejak tahun 1970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: “Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini, dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama.” (Nurcholis Madjis: 239)
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang mengusung ide-ide Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya.
Demikian sanad Islam Liberal menurut Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Charless Kurzman dan lain-lain. Akan tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran mereka sebenarnya lebih tua dari itu. Paham mereka yang rasionalis dalam beragama kembali pada guru besar kesesatan yaitu Iblis la’natulllah ‘alaih. (Ali Ibn Abi al-‘Izz: 395) karena itu JIL bisa diplesetkan dengan “Jalan Iblis Laknat”. Sedang paham sekuleris dalam bermasyarakat dan bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto Render Unto The Caesar What The Caesar’s and to the God What the God’s (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada hak Tuhan). (Muhammad Imarah: 45) Karena itu ada yang mengatakan: “Cak Nur Cuma meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban Barat.”
Sedangkan Harun Nasution berhasil mempengaruhi institusi perguruan tinggi Islam, setelah pada tahun 1973, bukunya Islam ditinjau dari Berbagai Aspekditetapkan sebagai buku utama mahasiswa IAIN se-Indonesia. Buku yang diterbitkan pertama kali tahun 1974 itu, dijadikan bahan bacaan pokok untuk mata kuliah “Pengantar Ilmu Agama Islam”, melalui rapat kerja Rektor IAIN se-Indonesia di Ciumbuluit Bandung tahun 1973.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Nurcholis Madjid dan Harun Nasution merupakan “pioner” pertama dalam melahirkan faham Islam Liberal di Indonesia, karena melalui keduanyalah wacana meliberalkan Islam dikenal di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, ide-ide Nurcholis dan Harun selanjutnya dikembangkan oleh kader-kader godokan keduanya, sehingga pada akhir tahun 1990 muncullah sekelompok anak muda yang menamakan diri kelompokIslam Liberal yang mencoba memberikan respon terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul pada akhir abad ke- 20.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong beberapa aktivis muda untuk melakukan berbagai diskusi di Jalan Utan Kayu 68 H Jakarta Timur. Kemudian dengan merujuk kepada tempat itulah maka beberapa tokoh muda Islam mendirikan Komunitas Islam Utan Kayu yang merupakan cikal bakal berdirinya JIL. Beberapa nama yang terlibat  untuk membentuk Komunitas Utan Kayu itu dan kemudian mendirikan JIL antara lain Ulil Abshar-Abdalla, Nong Darol Mahmada, Burhanuddin, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyaib, Taufiq Adnan Amal, Saiful Mujani, dan Luthfi Assaukanie.
Beberapa tema yang menjadi bahan diskusi di antara aktivis tersebut antara lain: maraknya kekerasan atas nama agama (dien), gencarnya tuntutan penerapan syariat Islam, serta tidak adanya gerakan pembaruan pemikiran Islam yang sebelumnya dirintis oleh Nurcholish Madjid dan Harun Nasution.

Pemikiran-pemikiran jahat yang orang jil tinggalkan di negeri kita ini.

1.    Inilah pendapat paling nekat dari Ulil Abshar Abdalla (Kordinator Jaringan Islam Liberal) : “Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.” (Ulil Abshar-Abdalla, GATRA 21 Desember 2002).
2.    Ulil Abshar Abdalla tidak mengakui adanya hukum Tuhan, hingga syari’at mu’amalah (pergaulan antar manusia) dia kampanyekan agar tidak usah diikuti, seperti syari’at jilbab, qishosh, hudud, potong tangan bagi pencuri dan sebagainya itu tidak usah diikuti. ” (Kompas, 18 November 2002)
3.    Ulil juga berpendapat bahwa “Larangan kimpoi beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi” (Kompas, 18 November 2002). Vodca (minuman keras beralkohol lebih dari 16%) pun menurut Ulil bisa jadi di Rusia halal, karena udaranya dingin sekali.
4.    Ulil juga berpendapat bahwa dalam mengatur kehidupan modern ini Al-Qur’an tidak dijadikan pedoman, apalagi As-Sunnah. Justru yang dijadikan pedoman adalah apa yang ia sebut pengalaman manusia, dengan alasan bahwa Tuhan telah memuliakan (takrim) kepada manusia. Kalau untuk mengatur kehidupan modern ini masih merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti yang tertulis dalam teks, maka Ulil menganggapnya sebagai penyembahan terhadap teks. Ulil menginginkan agar apa yang ia sebut penyembahan teks itu dicari jalan keluarnya, di antaranya adalah menjadikan pengalaman manusia ini kedudukannya sejajar dengan Al-Qur’an, sehingga Al-Qur’an yang berupa teks itu hanyalah separoh dari Al-Qur’an, dan yang separohnya lagi adalah pengalaman manusia. (Media Dakwah Agustus 2004/ Jumadil Akhir 1424H)
5.    Pendapat Ulil mengenai fatwa MUI 2005 yang melarang doa bersama antar agama : “Pertimbangan semacam ini, buat saya sama sekali kurang bisa dimengerti, karena tidak masuk di akal saya. Berdoa intinya adalah sama, entah dilakukan oleh seorang Muslim atau Kristen atau yang lain, yaitu memohon sesuatu yang baik dari Tuhan.” (MEDIA INDONESIA, Fatwa MUI dan Konservatisme Agama, Rabu, 03 Agustus 2005). Kata Ulil “Tidak masuk di akal”, mungkin saja karena akalnya Ulil, akalnya manusia. Agama kan bukan akal-akalan.
6.    Pembelaan Ulil atas fatwa MUI yang mengharamkan Islam liberal, Pluralisme dan Sekularisme : “Tetapi, sangat aneh jika kita mengharamkan suatu pikiran. Sebab, pikiran bukanlah tindakan. Sekularisme, liberalisme, dan pluralisme adalah gagasan”. (MEDIA INDONESIA, Fatwa MUI dan Konservatisme Agama, Rabu, 03 Agustus 2005). Seharusnya Ulil juga bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yaitu kenapa gagasan komunisme, gagasan pembunuhan, gagasan untuk memperkosa, gagasan menghalalkan darah Ulil (bila ada) akan dianggap berbahaya dan pantas dilarang.
7.    Ulil sering mengatakan Quran dan Hadits tidak seluruhnya benar, tapi ia sendiri sering mengutip Quran dan Hadits untuk membenarkan ide-ide pemikirannya sendiri. Misalnya pada ayat Quran, “Kebenaran datangnya hanyalah dari Allah “, digunakan Ulil untuk menolak tudingan musuhnya yang menganggap Islam Liberal sesat atau Ahmadiyah sesat atau agama di luar Islam sesat. Lihat beberapa kutipan statement nya berikut ini :
“Kita tidak bisa menilai orang lain sesat, karena kebenaran hanyalah pada Allah”
“Manusia paling sombong didunia karena sudah men-judment sesat, menyimpulkan atas nama Allah”
“Sesat itu menurut siapa? kan menurut pendapat kita? kita sudah menyamakan pendapat kita seperti kemauan Allah”
“Di Alquran tidak ada dasarnya untuk menuduh orang sesat! Yang ada ialah mengajak mereka ke jalan Tuhan”

Kiat menghadapi jaringan islam liberal dari Ustadz H. Luthfi bashori

Pertama, Memahami bahwa Liberalisme adalah kesesatan berpikir, bukan sebuah ritual, sekalipun demikian tetap berdampak pada perilaku pengusungnya. Jadi sudah seharusnya kita terus mencermati tulisan-tulisan JIL (Jaringan Islam Liberal), dari koran Jawa Pos pada kolom KIUK (Kajian Islam Utan Kayu), atau buku-buku terbitan JIL, El-KiS, Paramadina, internet, dll. Kemudian meletakkannya sebagai ‘musuh’ untuk diintai. Maka dengan ketelitian dan ketekunan, akan kita temui banyaknya upaya JIL dalam pemelesetan dan pembelotan kata-kata, pemahaman serta pembahasan materi yang menjurus kepada pengkaburan hingga pelecehan terhadap agama Islam

Kedua, Membuka ulang tafsir ayat, atau makna hadits, dan fatawa ulama salaf sesuai dengan tema yang dipelesetkan. Biasanya kita temukan kalimat-kalimat yang dinukil oleh JIL ternyata hanya sepotong-sepotong, kemudian dipergunakan untuk memperkuat argumentasi dan pendapatnya, maka kita harus mengungkap ketidak-benaran itu dengan mengembalikannya kepada asli permasalahnya. Sering pula kita temui kelompok JIL menggunakan Tafsir Hermeneutika dalam tulisan-tulisannya. Tafsir Hermeneutika adalah metode penafsiran Al-Quran dengan menggunakan standar penafsiran Injil Bibel, antara lain menggunakan kritik historis (sejarah), artinya tidak ada seorangpun di dunia ini yang kebal terhadap kritik, dan menganggap bahwa selagi penafsiran terhadap kitab suci masih dilakukan oleh manusia, termasuk oleh Nabi Muhammad SAW, maka sangat mungkin terjadi kesalahan, karena menurut mereka adanya keterbatasan akal manusia. Sehingga mereka meyakini bahwa tidak satupun tafsir Al-Quran di dunia ini yang mutlak kebenarannya. Dengan demikain, menurut mereka, siapapun orangnya, selagi dalam konteks sebagai manusia, berhak menfsirkan Al-Quran sesuai dengan pemahaman masing-mansing.       

Ketiga, Sebaiknya dalam menghadapi JIL, kita lebih mengutamakan nash-nash qath’i dari Al-Quran dan Hadits-hadits sharih dengan menerangkan ashbabun nuzul/wurud. Penguraian semacam itu termasuk paling jitu, karena kita mampu menerangkan kepada umat islam duduk permasalahan yang sesungguhnya, dan secara otomatis dapat menelanjangi pemikiran sesat kelompok JIL.

Keempat, Kita hadapkan pemikiran JIL dengan pemikiran ulama salaf, dengan rujukan Al-Quran, hadits, serta realita sejarah, dan kita tawarkan kepada umat: Apakah di dalam memahami ilmu agama, kita memlilh pemahaman ulama salaf, misalnya Imam Syafii, yang telah berabad-abad dikenal dunia Islam, atau memilih model pemahaman JIL, yang baru muncul dengan referensi pemahaman Barat atau tafsir Hermeneutika?

Kelima, Kita ungkap bagaimana keuntungan barat/kafir terhadap tema-tema yang dimunculkan oleh JIL ke permukaan, misalnya dampak Fiqih Lintas Agama, adalah memuluskan program pembauran dan pemurtadan umat Islam secara pelan-pelan. Untk mengasah kejelian, tentunya kita harus banyak membaca atau mencari informasi tentang dunia pergerakan JIL, sehingga saat menghadapi mereka, kita tahu dengan pasti atas kesesatan pemikirannya.

Keenam, Kita rajin berkomunikasi dengan tokoh-tokoh yang berseberangan dengan JIL, sekalipun bukan se-ormas dengan kita. Karena jalinan dengan tokoh-tokoh ini dapat memperkuat lini-lini perjuangan, dalam menghadang lajunya liberalisme. Kita juga harus selalu mewaspadai besarnya pengaruh liberalisme yang kini telah menyeluruh di hampir setiap bidang dan semua kalangan. Membangun jaringan sesama tokoh-tokoh anti liberalism, adalah sangat penting untuk memperkaya informasi, sehingga dapat menjadikan JIL sebagai musuh bersama. Tokoh-tokoh anti JIL yang saat ini terhitung produktif dalam menerbitkan buku-buku counter terhadap JIL antara klain : 1). Adian Husaini, MA. 2). Henry salahuddin, MA. 3). Adnin Armas, MA. 4). Nu’im Hidayat. 5). Dr. Daud Rasyid, MA. Dan lain sebagainya.
Ketujuh, Kita sampaikan pemahaman kita kepada umat tentang kesesatan JIL, melalui tulisan, ceramah, mimbar Jumat, dialog antar teman, dialog terbuka, sampai berhadapan langsung dengan tokoh-tokoh JIL. Praktek yang sering terjadi, saat kita serius melawan mereka untuk dialog terbuka, maka di lapangan mayoritas umat Islam lebih condong kepada aqidah ulama salaf, dibanding mengikuti pemikiran sesat JIL.

Kedelapan, Apabila mengadakan dialog langsung dan terbuka dengan tokoh-tokoh JIL, yang paling efektif adalah membawa satu tema dari tulisan mereka, dan kita terangkan kesesatan-kesesa tan tulisan itu. Hal ini perlu, dikarenakan umumnya mereka pandai bersilat lidah, dan kita akan diseret kepada permasalahan lain untuk mengelabui dan mencari simpati dari kita dan simpati hadirin, yang pada akhirnya akan mereka arahkan kepada situasi ‘bersepakat’ untuk menerima pemikiran-pemikiran mereka. Tapi dengan bukti kesesatan yang ada pada tulisan mereka, maka kita tidak terjebak dengan permainannya.

Kesembilan, Bagi yang mampu menulis dan ada kesempatan, maka dapat menuangkan ‘pemikiran’ melawan liberalisme di media cetak/mansyurat/SMS/dll. Hal ini sangat membantu umat untuk kembali kepada jalan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang benar. Bagi para dai mimbar, pengasuh majelis taklim, pengasuh pesantren, dan pendidikan Islam lainnya, sebisa mungkin saat membahas tema bahaya liberalisme, dapat merekamnya lewat apa saja dan disebarkan kepada masyarakat. Bagi para pemangku pesantern, sebaiknya terus membekali para santrinya untuk memehami bahaya liberalisme, minimal mengisi perpustakaan pesantren dengan buku-buku kontra JIL. Hal ini sangat diperlukan karena banyak terjadi di kalangan alumni pondok pesantren yang justru terjerumus dalam pemikiran liberalisne, karena ketidaksiapan mental saat tamat dari pendidikan di pesantren. Kendala yang akan kita hadapi saat menyampaikan counter terhadap pemikiran JIL, umumnya masyarakat awam yang belum mengetahui benar-benar ‘BAHAYA BESAR’ yang akan ditimbulkan oleh liberalisme, masyarakat akan mereaksi negatif terhadap misi dan dakwah kita, tapi dengan kegigihan dan keihlasan dalam mengusung kebenaran melawan liberalisme, lambat laun masyarakat yang semakin ‘cerdas’ dan akan ikut berjuang bersama kita, sesuai kemampuan dan kesempatan masing-masing.
Kesepuluh, Rajin merangkul aparat setempat dengan memberi pemahaman kepada mereka tentang bahaya kesesatan JIL. Jika aparat sudah satu baris dengan kita, suatu saat kita membutuhkan langkah aparat, maka tinggal berkoordinasi. Sebagai contoh adalah kerjasama kita dengan aparat saat mencekal dan memulangkan dari Air port Juanda, pada akhir tahun 2007, seorang tokoh liberal asal Mesir, Doktor Nasr Hamid Abu Zayd, penghina dan penghujat Al-Quran, yang akan tampil seminar di UNISMA-Malang. Tulisan-tulisan Nasr Hamid Abu Zayd juga banyak menghujat Imam Syafii, Imam Hambali, dan para ulama salaf lainnya. Yang memperihatinkan kita, bahwa tulisan-tulisan Nasr Hamid Abu Zayd yang berbahasa arab sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan digandrungi oleh penganut Liberalisme di kampus-kampus berbasis Islam tanpa kita mampu mencegahnya. Lantaran di Negara kita menganut kebebasan berekspresi, berkarya dan melindungi hak asasi manusia. 

            Semoga kita senantiasa termasuk orang-orang yang berjuang dijalanNya yang Lurus, yang berlandaskan kebenaran Al-Qur’an dan Hadist. Sesuai dengan  Ahlu Sunah wal Jamaah. Bukan termasuk orang-orang disesatkan Allah dengan dalih rasionalitas, seperti para pemuja akal layaknya mu’takzila yang sesat.  Haq dan bathil selalu bersandingan tingal kita pilih mana, jadi pejuang Al-haq atau sebaliknya. Allah adalah sebaik –baik pelindung dan penolong.
             



Post a Comment for "Bahaya Jaringan Islam Liberal (JIL)"