Kota
madinah, kita kenal sebagai wilayah paling sukses menerapkan hukum yang kita
kenal dengan piagam madinah.. Madinah adalah sebuah dambaan bagi setiap
pemimpin dunia untuk mewujudkan negaranya menjadi layaknya madinah yang kita
kenal dengan masayarakat madani yang berhasil membangun citra, cita,
kesejahteraan bersama..
Banyak
dari perbagai sumber dalam mendifisikan masyarakat madani. Sejak
digulirkannya istilah masyarakat madani pada tahun 1995 oleh Datuk Anwar
Ibrahim, yang kemudian diikuti oleh Nurcholis Madjid (Mahasin, 1995: ix), sejak
itu pula upaya untuk mewujudkan masyarakat madani telah "menggoda"
dan memotivasi para pakar pendidikan untuk menata dan mencari masukan guna
mewujudkan masyarakat madani yang dimaksud.
Seligman
seperti yang dikutip Mun’im (1994: 6) mendefinisikan istilah civil society sebagai
seperangkat gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan
yang paling penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan
berbagai konflik kepentingan antarindividu, masyarakat, dan negara. Sedangkan
civil society menurut Havel seperti yang
dikutip Hikam (1994: 6) ialah rakyat sebagai warga negara yang mampu belajar
tentang aturan-aturan main melalui dialog demokratis dan penciptaan bersama
batang tubuh politik partisipatoris yang murni. Gerakan penguatan civil
society merupakan gerakan untuk merekonstruksi ikatan solidaritas
dalam masyarakat yang telah hancur akibat kekuasaan yang monolitik. Secara
normatif-politis, inti strategi ini adalah usaha untuk memulihkan kembali
pemahaman asasi bahwa rakyat sebagai warga negara memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban kepada para penguasa atas segala yang mereka lakukan atas
nama pemerintah.
Istilah
madani menurut Munawir (1997: 1320) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy.
Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang
artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata.
Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak
arti. Konsep masyarakat madani menurut Madjid (1997: 294) kerapkali dipandang
telah berjasa dalam menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang
pemerintahan yang sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa
Timur.
Masyarakat
madani menurut Rahardjo seperti yang dikutip Nurhadi (1999: 9) ialah masyarakat
yang beradab. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil
society juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad SAW pada tahun 622M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun
(masyarakat yang berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun dan
konsep Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang
diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan.
Dalam
memasuki milenium III, tuntutan masyarakat madani di dalam negeri oleh kaum
reformis yang anti status quo menjadi semakin besar. Masyarakat madani
yang mereka harapkan adalah masyarakat yang lebih terbuka, pluralistik, dan
desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar (Nordholt, 1999:
16), jujur, adil, mandiri, harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan
beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak kepemilikan dan
menghormati hak-hak asasi manusia (Farkan, 1999: 4).
Berdasarkan
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya
memiliki makna ganda yaitu: demokrasi, transparansi, toleransi, potensi,
aspirasi, motivasi, partisipasi, konsistensi, komparasi, koordinasi,
simplifikasi, sinkronisasi, integrasi, emansipasi, dan hak asasi, namun yang
paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Perbedaan yang tampak jelas
adalah civil society tidak mengaitkan prinsip tatanannya pada agama
tertentu, sedangkan masyarakat madani (al-madaniy) jelas mengacu pada
agama Islam. Konsep masyarakat madani menurut Islam adalah bangunan politik
yang: demokratis, partisipatoris, menghormati dan menghargai publik seperti:
kebebasan hak asasi, partisipasi, keadilan sosial, menjunjung tinggi etika dan
moralitas, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui makna madani, maka istilah
masyarakat madani secara mudah dapat difahami sebagai masyarakat yang beradab,
masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu kota atau berfaham
masyarakat kota yang pluralistik.
Manfaat yang
diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya masyarakat
Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutan reformasi di dalam negeri
dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di samping itu,
menurut Suwardi (1999: 66) melalui masyarakat madani akan mendorong munculnya
inovasi-inovasi baru di bidang pendidikan. Selanjutnya, ditambahkan oleh
Daliman (1999: 78-79) bahwa dengan terwujudnya masyarakat madani, maka
persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia seperti: konflik-konflik suku,
agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan,
ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara pusat dan daerah, saling
curiga serta ketidakharmonisan pergaulan antarwarga dan lain-lain yang selama
Orde Baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa dan dicarikan kambing
hitamnya; diharapkan dapat diselesaikan secara arif, terbuka, tuntas, dan
melegakan semua pihak, suatu prakondisi untuk dapat mewujudkan kesejahteraan
lahir batin bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, kekhawatiran akan terjadinya
disintegrasi bangsa dapat dicegah
Guna
mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi
nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini mendukung pendapat
Suryadi (1999: 23) dan Daliman (1999: 78) yang intinya menyatakan bahwa untuk
mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses dan waktu serta dituntut
komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri secara total dan selalu
konsisten dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang tak terelakan.
Tuntutan terhadap aspek ini sama pentingnya dengan kebutuhan akan toleransi
sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau kompromi.
Generasi
penerus sebagai anggota masyarakat harus benar-benar disiapkan untuk membangun
masyarakat madani yang dicita-citakan. Masyarakat dan generasi muda yang mampu
membangun masyarakat madani dapat dipersiapkan melalui pendidikan (Hartono,
1999: 55). Senada dengan pendapat Hartono tersebut, Marzuki (1999: 50)
menyatakan bahwa salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah
melalui jalur pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Generasi
penerus merupakan anggota masyarakat madani di masa mendatang. Oleh karena itu,
mereka perlu dibekali cara-cara berdemokrasi melalui demokratisasi pendidikan.
Dengan demikian, demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta
didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara
bertanggung jawab, turut bertanggung jawab (melu angrungkebi), terbiasa
mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian
moral yang tinggi, terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki (melu
handarbeni), sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakatnya (padhasarasa),
dan mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika generasi penerus ini menjadi
pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah dialaminya akan
mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari
budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak dengan
rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka dan
duka bersama, menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas
kerugian-kerugian yang dialami rakyatnya. Pernyataan ini mendukung pendapat
Suwardi (1999: 66) yang menyatakan bahwa sistem pendidikan yang selalu mengandalkan
kekuasaan pendidik, tanpa memperhatikan pluralisme subjek didik, sudah saatnya
harus diinovasi agar tercipta masyarakat madani. Upaya ke arah ini dapat
ditempuh melalui demokratisasi pendidikan.
Masayarakat madanai ini tak lepas dari seorang tokoh pemimpin
dunia yang sangat tidak asing lagi yaitu Rasulullah Muhammad Saw. Sosok
pemimpin yang sangat jujur, amanah, penyampai pesan yang baik, dan sangat
cerdas. Sosok pemimpin yang sangat didambakan oleh setiap umat manusia. Beliau
yang dilahirkan dengan kondisi yatim dan kemudian disusul ibundanya yang
meninggal kala beliau masih berusia enam tahun. Beliau yang saat masih muda
dijuluki Al-Amin oleh para penduduk setempat karena kejujurannya. Sosok seperti
beliaulah yang cocok memimpin Indonesia bahkan dunia saat ini.
Jika saat ini Indonesia sedang kehabisan stok pemimpin yang
jujur, amanah, seorang penyampai pesan yang baik, dan sosok yang cerdas. Maka
patutlah jika kita menjadikan Rasulullah sebagai teladan yang baik bagi kita.
Memang banyak yang menyangsikan, karena ketiadaan beliau karena telah wafat.
Tapi bagi saya itu bukanlah alasan. Banyak sirah-sirah yang ditulis oleh para
pakar yang baik. Banyak yang menulisakan biografi tentang beliau. Banyak pula
yang menulisakn tentang kepribadian beliau. Jadi bukanlah alasan tidak
ada contoh atau teladan saat ini untuk dijadikan tokoh idaman bagi diri kita
yang kelak akan menjadi pemimpin, karena sudah kodratnya, setiap kalian adalah
pemimpin.
Madinah yang kala itu juga majemuk, dengan tiga agama yang
ada di dalamnya, ada Islam, Yahudi, dan Kristiani telah mampu menunjukkan
eksistensinya sebagai pemerintahan Islam yang memperhatiakan hak setiap
individu yang ada di dalam naungannya. Rasulullah sebagai pemimpinnya kala itu
telah menunjukkan keadilannya dalam memimpin setiap individu yang ada di dalam
naungannya. karena itulah yang seharusnya diperhatikan setiap pemimpin dalam
memimpin rakyatnya.
Daftar
Pustaka
Daliman, A. 1999. Reorientasi
Pendidikan Sejarah melalui Pendekatan Budaya Menuju Transformasi Masyarakat
Madani dan Integrasi Bangsa, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th.
XVIII No. 2.
Farkan, H. 1999. Piagam Medinah dan
Idealisme Masyarakat Madani. Bernas, 29 Maret.
Gellner, E. 1995. Membangun
Masyarakat Sipil: Prasyarat Menuju Kebebasan (Terjemahan Hasan, I) Bandung:
Mizan.
Hartono. 1999. Perubahan Orientasi
Pendidikan Menuju Masyarakat Madani, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus
Mei Th. XVIII No. 2.
Hikam, M.A.S. 1994. Demokrasi adakan
Wacana Civil Society. Republika. 10 Oktober.
Mun’im, A.D.Z. 1994. Masyarakat
Sipil sebagai Masyarakat Beradab, Republika 20 September.
Post a Comment for "Sistem Madani sebagai bentuk Civil Society Bersumber Religi Dalam Membangun Kesejahteraan Hidup Manusia"