a.
Generasi
Qur’ani : Generasi yang Unik
Sejatinya
Al-Qur’anul Karim, yang menjadi pedoman utama dakwah ini, telah ada di hadapan
kita. Begitu pula sabda-sabda dan petunjuk Rasulullah saw yang aplikatif, serta
keteledanan “generasi pelopor” yang tak akan terulang lagi dalam sejarah.
Bukankah yang telah hilang hanyalah pribadi Rasulullah saw? Lantas, apakah yang
demikian ini adalah misteri?!
Referensi
utama yang diadopsi oleh generasi pelopor adalah al-Qur’an, hanya al-Qur’an
semata. Adapun sabda-sabda dan petunjuk Rasulullah saw hanyalah merupakan satu
dari beberapa konsekuensi yang bersumber dari Al-Qur’an. Salah satu contoh,
ketika Aisyah ra. Ditanya tentang akhlak Rasulullah saw, ia menjawab, “Akhlak
beliau adalah al-Qur’an”
b.
Karakeristik
Manhaj Qur’ani
Inilah
satu dimensi di balik misteri dan karakteristik agama Islam. Manhaj Islam
memfokuskan untuk membangun identitasnya dan mengembangkannya, kemudian
memapankan akidah dan mengokohkanya, serta menjadikan akidah ini komprehensif
dan berkesan dalam setiap relung jiwa. Sehingga, manhaj ini bisa menjadi suatu
kebutuhan pokok yang hakiki; juga menjadi jaminan atas berbagai kemungkinan
yang terjadi, dan atas keserasian antara pohon yang menjulang di udara dan
akar-akarnya yang menancap di kedalaman bumi.
Ketika
telah terpatri akidah la ilaha illallah di
relung hati yang paling dalam maka seketika itu pula menjadi mapanlah tatanan
yang mencerminkan la ilaha illallah, dan
menjadi jelas bahwa inilah tatanan satu-satunya yang diridhai oleh jiwa yang
menjadi tempat bersemayamamnya akidah. Kemudian, jiwa akan patuh sepenuhnya
untuk memulai tatanan ini, bahkan meski belum diterangkan rincianya dan belum
diterangkan juga perundanganya.
c.
Perkembangan
Masyarakat Islam dan Karakteristiknya
Manhaj
Islam akan menuai hasil nyata yang luar biasa di dalam menegakkan masyarakat
Islam menegakkan masyarakat Islam yang berdiri di atas akidah (bukan atas dasar
kesukuan, tanah air, warna kulit, bahasa, dan kepentingan yang bersifat
keduniaan yang terbatas pada sekat-sekat teritorial yang sempit), serta
menonjolkan, mengembangkan, dan meninggikan karakteristik manusia di luar
ciri-cirinya yang sama dengan makhluk hidup lain dalam komunitasnya. Masyarakat
Islam adalah masyarakat terbuka (open
society) untuk semua suku, bangsa, dan warna kulit, tanpa terkendala oleh
sekat-sekat fisik yang sempit.
Dalam
masyarakat Islam tercakup semua ciri dan potensi manusia. Semua perbedaan yang
bersifat kemanusiaan disatukan, dan terbentuklah struktur organik yang
melampaui relativitas yang terbatas. Dari komunitas yang hebat, koordinatif dan
intergratif ini, terciptalah peradaban yang agung yang meliputi semua potensi manusia yang
hidup dalam zaman yang sama, walaupun dengan jarak yang jauh dan lambatnya
sarana komunikasi pada zaman tersebut.
d.
Jihad
Fi Sabilillah
Sesungguhnya
jihad merupakan sesuatu yang diperlukan bagi dakwah jika tujuannya adalah
proklamasi pembebasan manusia dengan seruan yang serius untuk menghadapi
realitas pragmatis, dengan relevan untuk setiap dimensinya; dan tidak cukup
hanya dengan wacana filosofis-teoretis belaka. Sama saja, entah tanah air Islam
(al-wathan al islamu) dalam kondisi
aman atau sedang di bawah tekanan negara tetangga. Ketika berusaha keras mewujudkan
perdamaian fleksibel, yakni semata-mata ketentraman daerah tertentu yang
penduduknya memeluk akidah islam. Tetapi Islam menghendaki kedamaian di mana
agama itu semata-mata hanya untuk Allah. Maksudnya, ketundukan semua
penduduknya semata-mata kepada Allah, tidak ada antara penduduknya yang
menjadikan sesamanya sebagai sesembahan selain.
Dan
yang penting adalah tahap (fase) terakhir yang yang hendak dilalui oleh gerakan
jihad dalam Islam atas perintah Allah, bukannya tahap-tahap awal perjalanan dakwah,
buakn pula tahap pertengahan.
e.
La Illaha Illallah adalah Manhaj Hidup
Nuasana
pertama yang membedakan karakter masyarakat muslim adalah bahwa masyarakat ini
berlandaskan pada fundamen ketundukan kepada Allah semata dalam segala
perintah-Nya. Ketundukan inilah yang dicerminkan dan dicorakkan oleh syahadat la ilaha illallah wa anna Muhammadan
rasulullah. Ketundukan ini tercermin dalam konsepsi teologis; tercermin
dalam ritual-ritual ibadah; dan tercermin dalam hukum-hukum yang diundangkan (asy-syara’i al-qanuniyyah)
f.
Hukum
Kosmos
Manusia
tidak mampu memahami semua aktivitas kosmos (as-sunan al-kauniyyah), dan tidak dapat mengetahui limit-limit
undang-undang yang universal. Bahkan mereka tidak mampu mengetahui hukum yang
mengatur sekaligus menundukkan mereka kepada fitrah mereka yang hakiki. Oleh
sebab itu, diakui atau tidak, manusia tidak akan mampu menetapkan, bagi
kehidupan mereka, undang-undang yang bisa mendorong terjadinya keseimbangan
mutlak antara kehidupan manusia dan pergerakan kosmos; bahkan meski hanya
keserasian antara fitrah tersembunyi manusia dan kehidupan nyata mereka. Karena,
yang mampu melakukannya hanyalah Penciptan kosmos dan Pencipta manusia, yang
sekaligus Pengatur kepentingan kosmos dan manusia dengan satu undang-undang
yang ditentukan dan diridhai-Nya.
g.
Islam
adalah Peradaban
Masyarakat
Islami ialah satu-satunya masyarakat yang dikendalikan oleh Tuhan yang Satu.
Dalam masyarakat ini, manusia dilepaskan dari penghambaan kepada Allah semata.
Dengan kondisi ini, manusia merasakan kebebasan yang hakiki nan seutuhnya.
Kebebasan ini menjadi sandaran bagi peradapan manusia, dan di dalamnya
tercermin martabatnya sebagaimana ditetapkan Allah untuknya; Allah telah
mengumumkan bahwa manusia adalah khalifah-Nya
di bumi, dan bahwa Dia juga memuliakanya di langit.
h.
Islam
dan Kebudayaan
Kaitannya dengan aktivitas seni,
terdapat karya komprehensif yang memuat penjelasan-pemjelasan seputar masalah
ini. Dalam karya ini disebutkan bahwa semua aktivitas seni merupakan ekspresi
manusiawi tentang berbagai macam imajinasi, emosi, dan reaksi manusia, juga
tentang ilustrasi jiwa manusia atas alam semesta dan kehidupan. Ekspresi ini
didorong mungkin juga dimunculkan dalam jiwa orang muslim oleh konsepsi
Islaminya yang komprehensif. Yakni, yang mencakup segala unsur alam semesta,
jiwa manusia, dan kehidupan; dan mencakup keterkaitkan dengan Sang Pencipta
alam, jiwa dan kehidupan, juga dengan imajinasinya yang subjektif tentang
hakikat manusia, posisinya terhadap alam, tujuan hidupnya, perannya dalam
kehidupan, dan nilai-nilai kehidupannya. Semua ekspresi ini termuat dalam
konsepsi Islami yang tentunya bukan sekadar pandangan yang bersifat pemikiran
belaka. Lebih dari itu, ia adalah pandangan dogmatis yang aktif, inspiratif,
impresif, efekkif, dan implisif, yang mampu membangkitkan semangat hidup
manusia.
i.
Akhidah:
Identitas Seorang Muslim
Identitas
seorang Muslim, di negara Islam, dinilai berdasarkan akidah yang telah
menjadikannya sebagai anggota dari komunitas “Umat Islam”. Sementara, ikatan
kekerabatannya hanyalah kekerabatan yang berlandaskan keyakinan kepada Allah;
dengan kondisi ini, ia akan mudah mempererat ikatan dengan keluarganya dalam
agama Allah.
j.
Transformasi
yang Luar Biasa
Transformasi
ini bertujuan agar pandangan mereka bisa lebih maju dan kondisi mereka bisa
lebih dekat pada kedudukan yang mulia yang lebih layak bagi kehidupan manusia.
Islam tidak akan menyisakan sedikit pun untuk jahiliyah yang hina yang pernah
mereka lalui, kecuali beberapa subkonsep yang secara kebetulan mirip dengan
beberapa subkonsep dari sistem yang Islami. Yang demikian ini tidak akan
digunakan secara utuh apa adanya, namun akan diintegrasikan pada keagungan
sumber Islam yang sama sekali berbeda dengan sumber yang selama ini integral
dengan mereka, yakni sumber jahiliyah yang keruh dan kotor. Dengan demikian,
transformasi ini, seketika itu juga, tidak menolak pengetahuan yang
ilmiah-murni, bahkan mendorongnya sekuat tenaga untuk maju dan berkembang.
k.
Berjiwa
Besar Karena Memiliki Iman
Islam identik
dengan kerja keras dan sikap prihatin, serta perjuangan dan mati syahid. Islam
dengan akidah seperti ini akan mudah diterima oleh orang yang hatinya
menghendaki akidah yang murni kepada Allah, bukan untuk manusia ataupun
nilai-nilai dan rekayasa manusia. Biarlah berpaling dari akidah itu, yaitu
orang yang menuruti ambisi-ambisi dan kepentingannya, orang yang menggemari
perhiasan dan kemewahan, orang yang mencari harta benda dan kesenangan hidup,
adn orang yang menegakkan nilai-nilai manusia yang bobotnya lebih ringan
dibandungkan nilai pertimbangan.
Post a Comment for "Ma’alim Fi Ath-Thariq (Petunjuk Jalan) Sayyid Quthb"