Tap This All You Need Here by Affiliated Shopee

EDU URBAN AGRIBUSINESS: The Solution of Crisis Micro Economic and Food Security in City

Gambar dokumentasi ORE Architecture designed a portable rooftop farm in Brooklyn


Edu urban agribusiness merupakan konsep improvisasi sistem pertanian perkotaan (urban farming) yang difokuskan untuk mitigasi bagi masyarakat yang rentan terdampak dalam menghadapi krisis pangan dan krisis mikro ekonomi perkotaan. Gagasan tersebut untuk mengedukasi masyarkat agar memunculkan kesadaran memanfaatkan pekarangan atau lahan sempit di kota agar menjadi lahan produktif dan sebagai refreshing dari rutinitas kerja perkotaan.

Edu urban agribusiness bisa menjadi jaring menyelamat mikro ekonomi di perkotaan melelaui produksi hulu sampai hilir dalam kota sendiri dari proses penanaman, pengemasan dan pemasaran produk. Pemanfaatan media sosial juga sangat membantu dalam memperluas pemasaran, selain itu jejaring sosial bisa membuka kesempatan menjadi reseller produk pertanian untuk kebutuhan pangan orang atau keluarga terdekat. Hal tersebut bisa memberikan peluang lapangan kerja baru dalam mengurangi penganguran selama masa pandemi. Kemudahan dalam pasokan rantai pangan menjadi pendek antara produsen dan konsumen (buyer) dalam satu wilayah kota mampu mengurangi biaya distrubsi sehingga harga menjadi lebih terjangkau. Kesemuannya itu mengurangi resiko kerawanan pangan. Penghematan biaya belanja bahan pangan juga dapat ditekan karena harga lebih murah dan dapat saling barter barang antar warga yang memiliki perkebunan tanaman yang berbeda-beda. Semisal orang yang memiliki tanaman tomat cukup banyak bisa bertukar barang dengan orang yang berkebun cabai atau sejenisnya.

Edu urban agribusiness tidak hanya pada edukasi tentang budidaya tanaman perkotaan tetapi pembinaan pertanian dalam arti luas termasuk peternakan dan budidaya ikan sekala perumahan/perkotaan. Gerakan ini juga dapat menjadi kegiatan anak libur sekolah selama pandemi. Pendidikan berwawasan lingkungan dapat diperoleh anak dalam kegiatan ini untuk meningkatan kemampuan motorik, fisik dan menanamkan kesadaran terhadap kelestarian lingkungan. Jadi anak semakin betah selama di rumah dengan aktivitas yang positif dapat mengurangi kejenuhan anak yang tidak bisa bebas bermain keluar rumah.

Edu urban agribusiness memiliki peran bagi kesehatan yang dapat dirasan langsung secara fisik dan emosional pada individu atau komunitas. Dikutip dari Growing Urban Health berkebun berbudidaya tanaman dapat menurunkan tingkat stress dan meningkatkan kesehatan mental. Kemampuan dalam berkebun menghasilkan produk bahan pangan sendiri juga memberikan kepuasan batin. Aktivitas berkebun dapat meningkatkan kesehatan fisik dengan gerak tubuh seperti bercangkul, menyiram, menanam dan aktivitas fisik lainya yang bisa mengeluarkan keringat atau exercise. Kegiatan tersebut dianggap lebih menyenangkan dibandingkan dengan berolahraga fisik ditempat kebugaran. Beraktivitas dikebun jalan kaki dan kenak sinar matahari juga menyehat dapat meningkatkan imunitas tubuh. Udara segar yang dihasilkan dari tanaman memberikan kesehatan paru dan releksasi tubuh. Tanaman pangan, sayur, buah dan sejenisnya yang ditanam sendiri tentunya lebih terjamin mutunya dari pengunan bahan kimia yang tak terkontrol. Sehingga tidak hanya kesehatan finansial, kesehatan jasmani dan rohani dapat terpenuhi melalui peran edu urban agrobusiness. Praktek pertanian kota ini dapat begitu efektif sebagai pengaman ketahanan pangan dan jaring pengaman ekonomi mikro perkotaan disaat distribusi stok bahan pangan yang terbatas.

Studi yang dilakukan oleh Food Agriculture Organization di Kathmandu pertanian perkotaan (urban farming) mampu menyuplai 30 persen sayuran konsumsi, di Karachi 50 persen dan di Shanghai 85 persen. Beberapa negara berkembang 10-40 persen kebutuhan gizi keluarga di perkotaan dapat terpenuhi dari sistem tersebut. Dengan begitu gagasan edu urban agribusiniss berpotensi besar sebagai langkah mitigasi krisis ketahanan pangan dan mikro ekonomi perkotaan.

Penerapan ide edu urban agribusiniss tentunya akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat perkotaan. Kendala yang sering muncul dari pertanian di perkotaan adalah lahan sempit dan sulit mendapatkan tempat bertanam dibandingan di pedesaan. Pelaksanaan edu urban agribusinis sendiri dapat dilakukan dimana saja asal ada tempat media tanam seperti; pot, balkon, atap, pekarangan, pipa atau barang yang tidak terpakai yang bisa buat untuk wadah. Contoh sukses yang lebih dulu menerapkan model pertanian perkotaan yaitu rusun besakih dan rusun marunda yang berhasil memanfaatkan menjadi peluang bisnis dan pemenuhan pasokan bahan pangan. Konsep dari edu urban agribusiness tidak jauh berbeda berbudidaya atau berternak secara konvensional. Perbedaanya hanya pada kegiatan berbudidaya yang dilakukan di perkotaan dengan memanfaatkan lahan yang terbatas dan sedaamya.

Asumsi yang sering muncul di masyarakat perkotaan bahwa bertani atau menanam itu ribet, sulit, kotor dan tidak profitable. Ide edu urban farming ini muncul untuk memberikan pemahaman dan edukasi bahwa bertani diperkotaan itu mudah, menyenangkan, menguntungkan dan menyehatkan. Pemanfaatan barang bekas sebagai tempat media tanam dan pengunaan limbah dapur sebagai pupuk kompos bisa dikatan zero waste concept juga diterapkan dalam prakteknya. Meminimalkan biaya produksi untuk memaksimalkan laba.

Budidaya pertanian perkotaan dapat lukakan dengan alat yang sederhana dan tidak seribet yang dibayangkan. Pada tanaman cukup diberhatikan pemberian air, nutrisi dan pupuk sedangkan pada ternak diperhatikan kebutuhan makan, minum dan kebersihan kandang. Kotoran hewan ternak digunakan sebagai pupuk membantu menyuburkan tanaman dengan bahan organik yang ramah lingkungan dan tentunya lebih menyehatkan.

Edu urban agribusnis dalam teknik budidaya sama seperti metode pertanian perkotaan pada umumnya yang Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta membagi dari beberapa sub sebagai berikut:

A. Sub Sistem Budidaya

Adalah kegiatan yang berhubungan dengan cara memproduksi tanaman dengan berbagai teknik diantaranya:

o   Vertikultur: Teknis budidaya dengan cara vertikal yang merupakan salah satu strategi mensiasati keterbatasan lahan yang ada. Metode ini sangat cocok untuk sayuran seperti sayuran daun, kankung, sawi, bayam, selada, seledri dan kenikir. Untuk budidaya vertikultur mengunakan wadah paralon atau talang sedangkan untuk sayuran yang berarkar panjang membutuhkan tempat yang agak dalam untuk menunjang perakaranya seperti tanaman cabi, tomat, terong, pare dan kecipir sehinga tumbuh subur.

o   Hidroponik: Teknis budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media melainkan memanfaatkan air sebagai media tanamanya. Menurut media tumbuhnya hidroponik dibagi menjadi tiga macam yaitu a) kultur air yakni menumbuhkan tanaman dalam media ­non soil yang dibagian dasar terdapat larutan hara, sehingga ujung akar menyentuh larutan yang mengandung nutrisi. b) hidroponik kultur agregat yaitu menggunakan media tanamn berupa krikil, pasir, arang sekam, dan lain-lain dengan pemberian hara dilakukan dengan cara mengairi media tanam. c) Nutrient film technique (NFT) adalah cara menanam tanaman dalam selokan panjang yang sempit yang dialiri air yang mengandung larutan hara. Faktor penting pada hidroponik adalah unsur hara, media tanam, oksigen, pH 5.5-7.5 dan kualitas air tidak melebihi 2500 ppm atau nilai EC tidak lebih dari 6.0 mmhos/cm tanpa mengandung logam berat.

o   Aquaponik adalah sistem produksi pangan yang diintegrasikan dengan budidaya hewan air (ikan, udang belut, dan tutut) di dalam suatu lingkungan yang simbiosis.

o  Vertiminaponik adalah kombinasi antara sistem budidaya sayuran berbasis pot talang plastic secara vertical dengan sistem akuaponik.

o Wall gardening merupakan sistem budidaya tanaman vertikal yang memanfaatkan tembok atau dinding sebagai tempat media tanamanya. Ada yang mengunakan sistem kantong dan sistem modul dengan menggunakan media tanam campuran cocopeat dan pupuk kandang/kompos yang dimasukan ke modul.

B. Sub Sistem Peternakan

Adalah segela aktivitas yang berkaitan dengan cara berternak memproduksi ternak di perkotaan. Semisal ungas, ayam, dan kelinci yang mana perawatanya lebih mudah, terlebih kelinci yang diangap sangat cocok untuk dibudidayakan diperkotaan dibandingkan ungas yang memiliki potensi terjadinya flu burung (avian influenza). Hasil dari penelitian litbang pertanian, kelinci juga memiliki kandungan protein lebih tinggi 20,8% dibanding ungas 20%. Sehingga kelinci bisa sebagai alternatif penganti kebutuhan gizi protein hewani yang cukup baik dalam edu urban agribusiness.

C. Sub Sistem Perikanan

Merupakan kegiatan budidaya sumber daya perairan yang dikemas dalam skala perkotaan. Jenis ikan yang dapat dibudidayakan antara lain: nila, lele, patin, gurami, dan ikan hias yang memiliki nilai ekonimi yang lumayan dan nilai gizi yang baik. BPTP menyampaikan dengna  inovasi teknologi yang aplikatif sehingga ruang yang terbatas tetap dapat termanfaatkan untuk berbudidaya perikanan, antara lain:

o   Intergrasi ikan dan tanaman yaitu budidaya ikan yang terintegrasi dengan komoditas lain seperti sayuran bahkan padi. Sistem ini cocok diaplikasikan di masyarakat perkotaan karena dapat diterapkan di pekarangan rumah, menghemat air, waktu, tenaga, pupuk dan lebih sehat karena organik sekaligus menambah estetika lingkungan.

o Sistem terpal yang pembuatan kolam budidaya mengunakan terpal sehingga lebih dibuatnya sesuai lahan yan ada, mudah dibersihkan, pemanenannya gampang, kontrol kualitas dan kuantitas air juga lebih mudah.

D. Sub Sistem Komposting

Diketahui bersama bahwa limbah organik perkotaan sangatlah banyak namun potensi tersebut belum termanfaatkan sepenuhnya terutama untuk mendukung edu urban agribusiness. Limbah organik yang melimpah diperkotaan berasal dari limbah makan, limbah buah sayur, limbah pasar, dan limbah dapur yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik. Sebagai komponen pendukung ketersedian pupuk penunjang keberhasil berbudidaya pertanian di perkotaan.

Ada beberapa inovasi teknologi pengomposan yang dimudah diterapkan diperkotaan diantaranya;

o   Vermikompos adalah proses pengomposan dengan menfaatkan berbagai jenis cacing sebagai agen pengomposan. Selain cacing, bahan lainya yang diperlukan adalah limbah sayur, buah, limbah dapur, daun, rumput dan bahan lainya yang dapat dimakan oleh cacing.

o   Sistem tumpukan (heap) cara pengomposan sistem ini tergolong mudah dan murah, namun perlu perlakuan berupa pencacahan bahan menjadi lebih kecil agar mudah terdekomposting ditumpuk dan dibolak-balik 1-2 minggu sekali.

o   Sistem MOL (mikro organisme lokal) yaitu memanfaatkan berbagai limbah dapur dengan dengan komposisi 60% air dan 40% limbah yang memerlukan activator mikro organisme pengurai yang dapat diperoleh dari limbah buah atau sayuran yang sudah berair membusuk. Praktek pembuatanya tergolong praktis dapat memanfaat bahan bekas yang sudah tidak terpakai seperti drum, jirigen, bekas botol minum atau timbah bekas tempat cat sebagai wadah composting dengan sistem ini.


Post a Comment for "EDU URBAN AGRIBUSINESS: The Solution of Crisis Micro Economic and Food Security in City"