Syarat Mendapatkan Kemenangan
Jika kita memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an, akan kita
temukan bahwa Allah SWT telah menetapakan syarat utama umat Islam mendapatkan kemenangan atas musuh-musuhnya dan berhak menempati muka bumi. Syarat ini
adalah sebagaimana firman Allah,
“...jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan akan meneguhkan kedudukanmu.”
(Muhammad:
7)
“...Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang yang menolong (agama)-Nya...” (al-Hajj:40)
Bagaiamanapun juga, kita sendirilah yang
harus menolong agama Allah SWT. Firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka megubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.” (ar-Ra’d:
11)
“Yang demikian (siksaan) itu adalah
karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatau nikmat yang
telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya
kepada sesuatu kaum hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri...” (al-Anfal:53)
Allah SWT menuntut kita untuk
menolong agama-Nya agar kita memperoleh kemenangan atas musuh-musuh kita dan
kita berhak menempati muka bumi ini. Seorang hamba, sebagaimana yang dikatakan
Syekh Islam Abdul Qadir Jailani, berada di antara Allah dan dirinya sendiri.
jika ia menolong dirinya maka ia menjadi hamba bagi dirinya. Dan, jika ia
menolong agama Allah maka ia menjadi hamba-Nya. Karena itu, diri kiat adalah
medan perjuangan. Seperti suatu perumpamaan: kalau jiwa dalam diri tidak ada,
jadilah kita bagaikan “malaikat”.
Dalam
buku yang saya kutib ini menyebutkan ada sembilan syarat untuk memperoleh
kemenangan, diantaranya:
A. Tabiat Perjuangan
Sesungguhnya
perang antara seorang hamba dan nafsunya merupakan perang yang paling besar dan
keras di dunia. Kerana hal itu akan sangat menentukan perjalanan manusia baik
di dunia maupun di akhirat.
Dia antara manusia ada yang menyerahkan hatinya kepada nafsu, jadila
ia pengikut nafsunya, berbuat sekehendak nafsunya. Di antara mereka, ada yang
menyatakan jihad sampai ia bias menaklukan nafsunya maka nafsu mengikutinya.
Itulah hamba Allah yang sebenarnya. Di antara meraka, ada pulayang berjuang
memerangi nafsunya pada suatu kesempatan, tapi kadang-kadang ia pun bersahabat
denagn nafsu pada kesempatan lain. Suatu hari kemengan itu untuknya, di hari
lain kemenangan tersebut untuk nafsunya.
Pada tahap ini semoga kita tergolong
yag memiliki tabiat perjuangan yang mampu menaklukan nafsu dunia kita dan mampu
berjihad untuk memperoleh kemenangan di dunia dan di akhirat kelak.
B. Hati
Dari beberapa ulama menyebutkan difinisi
hati adalah persaan kepekaan dan emosi yang berada pada manusia, yang berupa
cinta, amarah, bahagia, duka, ketenangan, kekhawatiran, kekhusyuan, rasa takut,
pengharapan, keluh-kesah, kesenangan, kekuatan, kasih sayang, kelembutan,
kehalusan, derita serat penyesalan, dan masih banyak lainya. Allah SWT
berfirman,
“...Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (ar-R’d:28)
“...Kami jadikan dalam hati orang-orang
yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang...”(al-Hadid:27)
“(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut
nama Allah, gemetarlah hati mereka...” (al-Hajj:35)
Hati
merupakan penentu keberadaan manusia. Ia merupakan rasa yang ditaati oleh akal,
jiwa, dan pancaindra. Semua itu merupakan “tentara indra” manusia yang siap
melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Hati adalah
pencipta keputusan dan pelaksanaan keputusan tersebut bergantung kepadanya.
Apabila hati baik maka baiklah seluruh badan. Sedangkan, apabila hati rusak
maka rusaklah seluruh badan.
C. Jiwa
Allah SWT menciptakan jiwa bagi seluruh
makhluk. Jiwa kadang-kadang menyuruh pemiliknya kepada kejahatan. Dan, juga
untuk menguji sejauh mana kebenaran ibadah pemiliknya kepada Allah. Jiwa menjadikan
pemiliknya bersifat: bodoh, zalim, dan kikir. Semuanya itu condong tehadap
kejelekan, lari dari kebaikan, dan tidak menyukai kesulitan. Akan tetapi, ia
juga membenci semua jenis beban.
Jiwa selalu berperan dalam setiap
perbuatan yang dilakukan seorang hamba. Bagian jiwa tertinggi adalah meras
mulia dibandingkan dengan yang lainya. oleh sebab itu, jiwa berusaha untuk
menundukan hati dan perasaan pemiliknya untuk khidmat terhadap tuntutanya.
D. Hawa Nafsu
Beberapa ulama mendifinisikan Hawa Nafsu adalah sesuatu yang disenangi
oleh jiwa. Setiap jiwa yang tidak dibiasakan dengan mujahadah maka akan
terkena kelalaian da syahwat. Hawa nafsu senang memperoleh keselamatan dan benci dicela atau
disalahkan. Ia ingin mulia dari yang lain dan benci dibawahi orang lain dan senang
dituruti tapi benci menjadi oran yang taat.
E. Dan Hakikat Menganiaya Diri Sendiri
Serperti yang disebutkan diatas dari, bahwa sifat jiwa yang bodoh adalah ingin memenuhi semua hasratnya dengan seketika, tanpa melihat akibat yang ditimbulkan. Seorang hamba yang menuruti hawa nafsu, berarti ia telah dizalimi oleh nafsu tersebut tanpa disadari. Ketika dia memenuhi semua hasratnya di dunia karena menyangka hal itu akan membuatnya bahagia, maka dai akan menderita di ahri kemudian. Sebaliknya, seorang hamba yang menginginkan kebaikan bagi dirinya, dia tidak akan mengikuti hawa nafsunya.ketika memerangi dan menghindari diri dari syahwat dunia, berarti dia menghendaki kebahagian adabi di akhirat.
“...Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”(Ali Imran:17)
Janganlah kita termasuk orang-orang yang menganiaya diri kami sendiri, melaikan selalu melaksanakan perbuatan kebajiakan dan menyeuh pada kebaikan.
F. Peran Setan
Allah menjadikan setan bagi hamba-Nya
agar manusia dapat memerangu atau melawan segala bisikan, godaan dan ajakannya.
Peran setan ini sangat berbahaya, khususnya dalam “perang sengit” yang terjadi
antara seorang hamba dan nafsunya.walaupun setan tidak mempunyai kekuasaan
langsung terhadap manusia, tetapi ia mampu mempergunakan kebodohan jiwa manusia
agar menuruti semua kehendaknya. Lalu setan menghiasi pikiran dan tindakan yang
sesuai dengn hawa nafsu manusia, yaitu menuruti semua hasrat nafsunya.oleh
karena itu, Allah memperingatkan kita agar jangan mengikuti langkah-langkah
setan. Firman-Nya,
“....Dan setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia mengahalangi mereka dari jalan (Allah)...”(al-Ankabut:38)
Oleh karena itu janganlah kita
terbelengku oleh bisikan, tipuan-tipuan serat angan-angan kosaong setan yang
bisa menadikan termasuk penghuni neraka.
G. Tentara-Tenatara
Hati
Allah tidak membiarkan hati manusia mengahadapi jiwa dan hawa nafsunya seorang diri, yang lain pihak didalangi/dibayangi oleh setan, tetapi Dia membantunya dengan “tentara-tentara penasihat”. Di antara “tentara-tentara penasihat” hati yang terpenting adalah akal. Akal sebagai tempatnya ilmu, ia mencerminkan pendengaran hati. Sesuai dengan ilmu manusia yag bermanfaat, sebesar itu pula kekuatan pendengaran hatinya. Allah SWT berfirman,
“...Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Faathir:28)
Maksud kata “ulama”, pada ayat diatas, (menurut Al-Qur’an dan terjemahannya, Kementerian Agama RI.) ditafsirkan sebagai orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasan Allah. Dengan ilmu, kemudaratan dan kemanfaatan akan diketahui, serta yang halal dan yang haram. Dan, dengan itu pula syubhat dapat dicegah.
Dengan tentara-tentara hati yang kuat maka, kita bisa membentengi diri dari perbuatan keji dan dusta. Semakin kuat tentara-tentara hati dalam diri kita, bisa memberikan kita peluang yang sangat besar untuk memperoleh kemenangan dan terhidar dari kemaksiatan.
H. Hati di antara Taat
dan Maksiat
Ketika hati bertugas melaksanakan ketaatan, malaikat bertugas menghiasi ketaatan itu. Sedangkan, akal bertugas memberi dorongan kepada pelaksanaan ketaatan tu sesuai dengan derajat ilmunya. Ketika setan mendapatkan hati tidak melaksanakan ketaatan, ia mulai menggangu jiwa supaya berpaling dari hati untuk membuat alasan-alasan agar tidak melaksanakan ketaatan. Jika seorang hamba berusaha keras serta bertekad melawan jiwa dan hawa nafsunya, sekaligus berkehendak melaksanakan ketaatan, sementara pada saat yang sama setan menyeksikan hal itu, maka ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Setan selalu menggangu jiwa, supaya ia memperoleh ”bagian-bagian”-Nya (melaksanakan peranya,ed) dari ketaatan manusia. Setan akan menghiasi ketaatan ini dengan perbuatan riya di hadapan manusia supaya dianggap paling baik diantara manusia.
Jika ketaatan itu terlaksana dalam “kesunyian”, maka setan akan menghiasi manusia dengan perbuatan takabur terhadap dirinya sendiri dan manusia akan lupa bahwa Allah-lah yang menolongnya dalam ketaatan. Dalam hal ini, jika telah takabur, manusia akan membandingkan dirinya dengan orang lain dan menganggap bahwa perbuatannya lebih mulia sehingga ia meras bangga. Akhirnya, nafsu telah menggerogoti perbuatannya karena hamba tersebut tidak berhati-hati.
Sesuai dengan keikhlasan dalam ketaatan kepada Allah SWT maka pengaruh ketaatan terhadap hati akan tampak. Seorang hamba yang melaksanakan shalat akan mendapatkan shalatanya setengah, seperempat, seperdelapan, atau bahkan tidak mendapatkan sedikit pun, sesuai dengan derajat keikhlasanya kepada Allah dalam melaksanakan ketaatan shalatnya tersebut.
Allah SWT tidak menginginkan shalat, puasa, dan ibadah-ibadah kita, tetapi Allah SWT menuntut sesuatu di belakang itu semua, yaitu ketakwaan dan ras takut kepada-Nya. Allah SWT berfirman,
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya....” (al-Hajj:77)
Iman tumbuh di dalam hati yang keikhlasannya taat kepada Allah SWT dan dengan derajat keikhlasan tersebut maka akan membentuk kekuatan iman. Manakala bertambahnya iman dalam hati, bertambah pula cahaya di dalamnya dan mampu melihat dengan hati serta mendengar dengan suara akal. Kemudian hati akan tetap beribadah kepada Allah dan perasaanya akan tunduk kepada-Nya, bertawakal, berserah, takut kepada-Nya, serta mengaharap pertolongan-Nya. Pada saat yang sama pula, dunia akan terasa hina dan hatinya bergantun kepada kehidupan akhirat.
Taat dan maksiat dua kata yang meliki makna yang mendalam yang telah disebutkan diatas, dengan ketaatan kita mehambakan diri hanya kepada Allah SWT, sehingga hati akan tentram dan mendapatkan pertolongan-Nya dalam memperoleh kemenangan, akan tetapi maksiat akan menjerumuskan kita pada kemurkaan Allah, bisa dengan cobaab ujian atau puji-an yang mengakibatkan kita semakin jauh dari-Nya, dan kelahanlah dan neraka yang akan kita peroleh nantinya.
I. Hakikat Menjual Diri
Yang kesembilan ini dalam syarat memperoleh kemengan adalah Hakikat menjual diri.
Barangsiapa menginginkan surga maka hendaklah ia menjual dirinya
kepada Allah. Penjualan ini tidak akan sempurna kecuali jika ia telah
mengalahkan dirinya dan menggiringnya kepada jalan Allah. Maka ia melihat gerakan-gerakan,
diam, berdiri, dan duduknya hanya untuk Allah, bukan untuk dirinya, sebagaimana
firman Allah,
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah...”(al-Baqarah:207)
Kemudian dari tujuan perjuangan jiwa adalah berusaha menguasai-nya, kemudian menjualnya kepada Allah. Dalil atas kebenaran penjualan yang mengarah kepada pengorbanan diri di jalan ridha-Nya ini sebagaimana firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin itu diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Meraka berperang pad jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah manjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah:11)
Intinya bahwa tidak ada kebaikan bagi umat kecuali dengan kebaikan individu, dan tidak ada kebaikan bagi individu kecuali dengan kebaikan dirinya, inilah syarat kemenangan.
Dari kesembilan yang telah kami sebutkan diatas, harapanya bisa jadi bahan kita sebagai umat muslim khususnya teman-teman aktivis dakwah untuk mampu menerapkan dalam diri kita masing-masing untuk memperoleh keridhaan dari Allah, sehingga Allah SWT memberikan pertolongan dan karunianya dalam kita memperoleh kemenangan dunia dan di akhirat kelak.
Di dunia agenda-agenda dakwah kita mampu berjalan dengan derap langkah tegak dan pasti, serta semakin banyak orang-orang yang bisa kita seru untuk melakukan kebaikan-kebaikan, yang bisa dilakukan secara fardiah bahkan lewat pemerintahan deangan kebijakan-kebijakan untuk kemaslahatan umat dan semakin mendekatkan ketaat-taatan kita kepada Allah.Sekaligus Allah SWT memberikan kemudahan diri SWT memberikan kemudahan diri SWT memberikan kemudahan diri dijauhakan dari maksiat yang bisa menjauhkan kita kepad sang Khalik, Raabul’alamin. Ustaziyatul Alam hanya bisa dicapai dengan perbaiakan individu dulu. kemudian di akhirat kita akan mendapatkan kemangan dengan mendapatkan surga-Nya dengan dibawahnya sungai-sungai yang mengalir
Sumber: menguntib dari buku karya DR. Majdi Al-Hilali dengan judul 38 sifat
Generasi Unggulan penerbit Gema Insani Press
Post a Comment for "Syarat Mendapatkan Kemenangan"