Pemuda merupakan suatu kondisi dimana manusia berada pada posisi on fire yang memiliki kehebatan tersendiri daripada masa-masa yang dialami manusia selama siklus hidupnya, dari balita sampai tua. Menurut DR.Yusuf Qardhawi ibarat matahari maka usia muda ibarat jam 12 ketika matahari bersinar paling terang dan paling panas. Dimana pemuda adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa tua yang memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan. Hasan Al Banna menyatakan bahwa, di setiap kebangkitan pemudalah pilarnya, disetiap pemikiran pemudalah pengibar panji-panjinya.
Secara fitra, masa muda merupakan jenjang kahidupan manusia yang paling optimal. Dengan kematangan jasmani, perasaan dan akalnya, sangat wajar jika pemuda memiliki potensi yang besar dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainya. Kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan banyak dimiliki pemuda. Pemikiran kritis mereka sangat didambakan umat. Di mata umat dan masyarakat umumnya, mereka adalah agen perubahan (agent of change) jika masyarakat terkungkung oleh tirani kezaliman dan kebodohan. Mereka juga motor penggerak kemajuan ketika masyarakat melakukan proses pembangunan. Tongkat estafet peralihan suatu peradaban terletak di pundak mereka. Baik buruknya nasib umat kelak, bergantung pada kondisi pemuda sekarang ini. Jadi, potensi yang dimiliki oleh pemuda-mahasiswa haruslah diarahkan untuk menyokong dan mempropagandakan nilai-nilai kebaikan. Pemuda bagaikan amunisi yang siap untuk ditembak ke segala arah, tinggal kemana arah tembakan agar dapat memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat. Masa pemuda yang begitu hebatnya masih banyak yang belum jelas arah tujuan mereka, masih dalam kedaan andolen.
Pemuda jika dikaitkan dengan momentum Pemilu 2014 maka kita lihat sejarah. Tak dapat dipungkiri, sejak era sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, sampai Orde Reformasi partisipasi pemuda dalam menyuarakan demokrasi itu tak diragukan lagi. Sumpah pemuda yang dikumandangkan 1928, proklamasi kemerdekaan1945, dan reformasi 1998, menunjukkan bahwa peran pemuda dalam kebangkitan bangsa memang begitu dominan. Pada hampir setiap kegiatan kampanye Pemilu, kehadiran pemuda tampak begitu mendominasi, bahkan ada yang melampaui 90 persen dari keseluruhan masa yang hadir.
Pemilihan Umum 2014 masih sekitar tiga tahun lagi, namun hingar bingarnya mulai terasa. Sudah banyak Parpol yang mulai bermunculan dalam berbagai media masa untuk mengambil simpati masyarakat dan sekaligus menampilkan tokoh masing-masing Parpol sebagai pemikat masa, yang menjadi saran mereka adalah remaja yang mana mereka memiliki basis masa yang luas. Kembali ke esensi pemilu yang merupakan ajang pesta demokrasi rakyat, digelar setiap lima tahun sekali. Tentu saja banyak pemuda yang untuk pertama-kalinya memiliki hak pilih. Lantas, ke Parpol manakah sebagian besar pemuda menyalurkan aspirasinya. Nah, hal inilah yang perlu digarap secara cermat oleh setiap Parpol. Jumlah suara pemuda itu puluhan juta, tentu saja diperlukan “jurus” khusus untua mendekati kalangan pemuda.
Dalam massa kampanye yang berlangsung beberapa pekan, tentu saja setiap Parpol akan beradu jurus atau strategi untuk memperoleh dukungan pemuda. Ada yang memasang jurus klasik, umpamanya dengan penawaran program yang menyangkut kepentingan pemuda. Ada juga Parpol yang mendekati pemuda dengan menggunakan jurus yang berbau psikologis, artinya apa yang menjadi minat dan kecenderungan pemuda lantas disajikan selama masa kampanye.
Tak heran menjelang Pemilu 2014 beragam kecanggihan teknologi informasi akan dimanfaatkan Parpol, misalnya situs jejaring sosial. Mungkin sekiranya pada tahun 2014 juga bertepatan dengan pesta bola sedunia yang bisa sebagai salah cara Parpol dalam menarik masa pemuda yang sedang demam bola. Untuk mendatangkan masa saat kanpanye parpol akan mendatangkan selebritis kesohor, yang mana Karena pemuda cenderung lebih suka hiburan, dan kumpul-kumpul, maka berbagai hiburan pun digelar dengan sendirinya jumlah masa kampanye akan membludak, terutama kalangan pemilih berusia muda.
Beberapa hal yang berada diatas tadi bukan berarti akan menjamin kemanangan Parpol dalam pemilu. Contoh PKS sebagai partai politik Islam di Indonesia yang mengalami lompatan masa sebasar 600% dari hitungan perolehan suara pada tahun 2004 memperoleh suara sebanyak 7,34% (8.325.020) yang dibandingkan pada tahun 1999. Dan dari sekian banyak yang memilihnya adalah kaum pemuda.
Namun yang kita lihat saat ini para pemuda belum menyadari peranan pemilu dalam kehidupan demokrasi. Padahal pemuda sebagai salah satu komponen masyarakat yang memegang peranan dalam menentukan arah kebijakan suatu pemerintahan menjadi roda penggerak masyaraka. Penyebabnya adalah pemuda belum mengerti arti penting pemilu dalam kehidupan bernegara, sehingga muncul paradoks terhadap esensi pemilu. Ada berapa fakta yang kita temui dalam praktek pelaksanaanya. Perubahan cara memilih yang dari dicoblos menjadi dicentang serta ukuran surat suara yang dirasa terlalu besar seakan-akan menggambarkan bahwa pemilu tidak memudahkan masyarakat dalam menentukan yang layak untuk menjadi pemimpin dan amanah mereka. Hal tersebut juga diperparah dengan propaganda yang dielukan oleh politisi ketika berkampanye pada pemilu sebelumnya hanya janji-janji belaka yang tak terwujudkan, itu menjadi pemuda merasa kecewa. Sehingga keikutsertaan pemuda dalam pemilu dapat dikatakan tidak berpengaruh.
Dari paparan diatas mengingatkan tentang berbagai arti dari budaya demokrasi partisipan,yakni budaya politik yang anggota masyarakatnya sangat partisipatif terhadap semua objek politik, yang erat kaitannya dengan demokrasi Pancasila. Berbeda dengan budaya politik kaula, yakni budaya politik yang anggota masyaraktnya mempunyai minat tinggi terhadap sistem politik yang sedang berlangsung, tetapi tidak mampu bersuara alias takluk pada kekuasaan pemerintahan. Ataupun parokial, budaya politik yang anggota masyarakatnya tidak menaruh minat sama sekali pada keberlangsungan system politik di negaranya, yang cendenrung setengah-setengah bahkan acuh terhadap situasi politik di negaranya.( Sularto. 2001)
Pemilu adalah sebagai wujud kehiduan yang demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga Negara berhak memberikan suaranya untuk berkontribusi dalam penyelenggarannya, oleh karena itu sangat diharapkan keikutsertaan mereka dalam pemilu. Terutama untuk pemuda karena pemuda adalah generasi penerus bangsa. Maka seluruh pemuda harus menyadari peranan penting pemilu serta selalu berperan aktif dalam pelaksanaannya. Karena pemuda merupakan agent of change sehingga diharapkan mulai dari sekarang dapat selalu berkontribusi demi masa depan bangsa yang lebih adil sejahtera. Dengan turut serta dalam pemilu itu sebagai wujud sebagai agent of change. Apalagi jumlah pemuda di Indonesia yang tidak sedikit sangat mempengaruhi hasil dari pemilu. Berdasarkan proyeksi data single years Badan Pusat Statistik 2009, bahwa potensi pemuda Indonesia sangat besar jika dilihat dari jumlah pemuda yang sebanyak 62.985.401 jiwa atau 29,5 persen dari total penduduk Indonesia yakni 213,287 juta jiwa. Bukan sekedar menyuarakan pendapatnya di balik bilik suara, tetapi juga harus mau mensosialisasikan pemilu pada masyarakat luas dan menyadarkan begitu pentingnya pemilu untuk masa depan bangsa dengan terpilihnya pemimpin dan para pengemban amanah yang berakhlaq karimah.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh Bung Karno, “Jika di tangan kiri kugenggam 100 orang tua maka berguncanglah Jaya Wijaya, jika di tangan kanan kugenggam 10 pemuda maka berguncanglah dunia.” Itu yang bisa menunjukan bahwa pemuda sangat berpengaruh dalam mengubah paradigma percaturan dunia politik di Indonesia menuju Indonesia Madani.
Post a Comment for "2014 untuk pemuda"